TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum invasi Rusia ke Ukraina, intelijen AS memperkirakan Moskow akan memanfaatkan kekuatan udaranya yang besar untuk mendominasi serangan.
Tetapi dalam enam hari pertama invasi, Moskow tampak bertindak jauh lebih hati-hati dengan kekuatan udaranya, sehingga AS tidak dapat secara tepat menjelaskan apa yang mendorong keputusan itu.
“Mereka belum mau mengambil risiko tinggi dengan pesawat dan pilot mereka,” kata seorang pejabat senior pertahanan AS, yang berbicara dengan syarat anonim.
Meski kalah jauh dalam jumlah dan teknologi dari militer Rusia, Angkatan Udara Ukraina tetap terbang dan pertahanan udaranya masih dianggap layak – sebuah fakta yang membingungkan para ahli militer.
Setelah serangan pembuka perang pada 24 Februari 2022, para analis memperkirakan militer Rusia akan segera mencoba menghancurkan angkatan udara dan pertahanan udara Ukraina.
Itu akan menjadi "langkah selanjutnya yang logis dan diantisipasi secara luas, seperti yang terlihat di hampir setiap konflik militer sejak 1938," tulis lembaga think-tank RUSI di London, dalam sebuah artikel berjudul "Kasus Misterius Angkatan Udara Rusia yang Hilang."
Sementara jet tempur Ukraina masih melakukan serangan udara dan serangan darat tingkat rendah. Rusia masih terbang melalui wilayah udara yang diperebutkan.
Pasukan Ukraina dengan roket permukaan-ke-udara mampu mengancam pesawat Rusia dan menimbulkan risiko bagi pilot Rusia yang mencoba mendukung pasukan darat.
"Ada banyak hal yang mereka lakukan yang membingungkan," kata Rob Lee, seorang spesialis militer Rusia di Institut Penelitian Kebijakan Luar Negeri.
Dia pikir awal perang akan menjadi "penggunaan kekuatan secara maksimal."
"Karena setiap hari ada biaya dan risikonya naik. Dan mereka tidak melakukan itu dan sangat sulit untuk menjelaskannya karena alasan yang realistis."
Berikutnya: Kurang koordinasi antara pasukan darat dan udara