TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Vladimir Putin memerintahkan pasukan dengan persenjataan nuklir Rusia dalam siaga tinggi, sementara Ukraina yang didukung Barat mengatakan telah memukul mundur pasukan darat Rusia di sejumlah kota.
"Tidak hanya negara-negara Barat mengambil tindakan tidak bersahabat terhadap negara kita dalam dimensi ekonomi - maksud saya sanksi ilegal yang diketahui semua orang dengan sangat baik - tetapi juga para pejabat tinggi negara-negara NATO terkemuka membiarkan diri mereka membuat pernyataan agresif berkaitan dengan negara kita," katanya di televisi pemerintah, Minggu, 27 Februari 2022.
Putin sebelumnya merujuk pada persenjataan nuklirnya dalam pidato pengumuman dimulainya invasi pada hari Kamis, dengan mengatakan bahwa siapa pun yang menghalangi Rusia akan menerima "konsekuensi yang belum pernah Anda temui dalam sejarah Anda".
Pernyataan Putin ditanggapi Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian, yang memperingatkan bahwa NATO merupakan aliansi nuklir, namun memilih mengesampingkan intervensi militer dalam membela Ukraina.
“Saya rasa Presiden Vladimir Putin harus mengerti bahwa NATO adalah sebuah aliansi nuklir. Ini yang ingin saya tekankan,” kata Le Drian, Kamis, 24 Februari 2022.
Putin, yang menyebut invasi itu sebagai "operasi khusus", memasukkan elemen baru yang mengkhawatirkan ketika dia memerintahkan "pasukan pencegahan" Rusia - yang menggunakan senjata nuklir - dalam siaga tinggi.
Pernyataan terakhir Putin dinilai Amerika Serikat sebagai Rusia telah meningkatkan perang dengan "retorika berbahaya", di tengah tanda-tanda bahwa serangan terbesar di negara Eropa sejak Perang Dunia Kedua itu tidak menghasilkan kemenangan cepat, tetapi menghasilkan tanggapan Barat yang luas dan terpadu.
Kantor Presiden Ukraina mengatakan negosiasi dengan Moskow tanpa prasyarat akan diadakan di perbatasan Belarusia-Ukraina. Tetapi tidak jelas kapan mereka akan mulai.
"Saya tidak terlalu percaya dengan hasil pertemuan ini, tetapi biarkan mereka mencoba, sehingga nantinya tidak ada satu pun warga Ukraina yang ragu bahwa saya, sebagai presiden, mencoba menghentikan perang," kata Presiden Volodymyr Zelenskiy.
Kurang dari empat hari setelah dimulai, invasi ini memicu respons politik, strategis, ekonomi, dan korporat Barat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam jangkauan dan koordinasinya.
Uni Eropa dengan 27 negara anggota memutuskan untuk pertama kalinya memasok senjata ke negara yang sedang berperang, dan sebuah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa mereka akan mengirim persenjataan senilai 450 juta euro atau Rp7,2 triliun ke tetangga timurnya itu.
Ketika rudal jatuh di kota-kota Ukraina, hampir 400.000 warga sipil, terutama wanita dan anak-anak, telah mengungsi ke negara-negara tetangga. Ratusan orang terdampar di Kyiv pada hari Minggu menunggu kereta api untuk membawa mereka ke barat, jauh dari pertempuran.
Ibukota tetap di tangan pemerintah Ukraina, dengan Zelenskiy menggalang rakyatnya setiap hari meskipun Rusia menembaki infrastruktur sipil.
Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan oksigen medis hampir habis. Tetapi seorang dokter mengatakan bank darah pada hari Sabtu kembali penuh sesak dengan pendonor.
Uni Eropa menutup semua pesawat Rusia dari wilayah udaranya, seperti yang dilakukan Kanada, dan melarang media Rusia RT dan Sputnik. Dengan berkurangnya pilihan penerbangan, Amerika Serikat dan Prancis mendesak warganya untuk segera mempertimbangkan meninggalkan Rusia.
Jerman, yang telah membekukan pipa gas bawah laut yang direncanakan dari Rusia, mengatakan akan meningkatkan pengeluaran pertahanan secara besar-besaran, menghilangkan keengganan selama beberapa dekade untuk mencocokkan kekuatan ekonominya dengan kekuatan militer.
Perusahaan minyak utama Inggris BP mengumumkan akan menyerahkan 19,75% sahamnya di raksasa minyak Rusia Rosneft, menghapuskan hingga 25 miliar dolar AS.
Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan ekonomi Kelompok Tujuh akan membahas Ukraina pada hari Selasa, dan bahwa bank tersebut mungkin dapat memberikan bantuan keuangan kepada Ukraina dalam beberapa hari.
Reuters