TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Tunisia Kais Saied memperkuat kendalinya terhadap lembaga kehakiman pada Ahad 13 Februari 2022, dengan sebuah dekrit yang memungkinkannya memberhentikan hakim atau memblokir promosi mereka.
Seperti dilansir Reuters, tindakan itu membantu mengkonsolidasikan kekuasaannya setelah dia merebut otoritas eksekutif musim panas lalu dalam sebuah langkah yang disebut musuhnya sebagai kudeta.
Dekrit itu juga menyebutkan pria berusia 63 tahun itu memiliki hak untuk menolak promosi atau pencalonan hakim mana pun. Ia juga bertanggung jawab untuk mengusulkan reformasi peradilan, yang secara efektif memberinya kekuasaan tunggal atas seluruh sistem peradilan.
Mantan ketua Asosiasi Hukum Konstitusi Tunisia ini membuat marah para rivalnya dan mengejutkan sekutu asing, dengan mengumumkan pembubaran Dewan Kehakiman Tertinggi pada pekan lalu. Dewan ini merupakan badan yang menjamin independensi peradilan.
Saied—mantan pengacara konstitusi dan suami seorang hakim— menuduh dewan tersebut bertindak untuk kepentingan politik. Ia kemudian membentuk pengganti sementara untuk mengawasi pekerjaan hakim ketika mempersiapkan perubahan yang lebih luas.
Peradilan dipandang sebagai blok institusional terakhir yang tersisa atas tindakan Saied setelah dia menangguhkan parlemen tahun lalu dan mengatakan dia bisa memerintah dengan dekrit.
Saied mengatakan tindakannya bersifat sementara dan diperlukan untuk menyelamatkan Tunisia dari elite korup. Korupsi berjamaah ini telah menyebabkan ekonomi dan politik Tunisia mandek selama bertahun-tahun dan membawa negara itu ke jurang kehancuran.
Beberapa anggota Dewan Kehakiman Tertinggi dan hakim lainnya berdemonstrasi pekan lalu. Sejumlah besar pengadilan tutup akibat pemogokan dua hari sebagai protes atas tindakan Saied terhadap peradilan.
Saied telah mengambil kendali mutlak atas otoritas eksekutif dan legislatif, dan para pengkritiknya menuduhnya mengupayakan kekuasaan diktator.
Dia mengatakan akan menjunjung tinggi hak dan kebebasan yang dimenangkan dalam revolusi 2011 yang membawa demokrasi. Saied juga berjanji akan memasukkan konstitusi baru ke dalam referendum musim panas ini, dengan pemilihan parlemen baru yang akan menyusul pada Desember.
Namun, saat Tunisia menghadapi krisis yang muncul secara cepat dalam keuangan publik, para donor Barat yang sebelumnya telah memberikan talangan telah menyuarakan keprihatinan mendalam pada langkah Saied dan mengatakan setiap proses politik harus inklusif.
Oposisi utama Ennahda, sebuah partai Islam moderat yang telah memainkan peran utama di sebagian besar pemerintahan sejak revolusi dan merupakan partai terbesar di parlemen yang ditangguhkan, telah menyerukan protes di ibu kota Tunisia.
Baca juga: Presiden Tunisia Bubarkan Dewan Kehakiman Tertinggi
SUMBER: REUTERS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.