TEMPO.CO, Jakarta - Politisi Australia menuding penguasa Cina menyensor konten di media sosial WeChat yang ditujukan pada komunitas Tionghoa di negeri Kanguru itu.
Tudingan itu karena Perdana Menteri Australia Scott Morrison kehilangan akses ke akun media sosial WeChat resminya beberapa bulan lalu.
Di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik dengan Cina, dua partai politik utama Australia menggunakan platform media sosial, yang dimiliki oleh raksasa teknologi Cina Tencent Holdings untuk berkomunikasi dengan pemilih Australia dari etnis Cina dalam Pemilu sejak 2019.
Dengan pemilihan nasional yang dijadwalkan pada bulan Mei 2022, pemerintah menggunakan akun Morrison untuk mempromosikan kebijakannya selama perayaan Tahun Baru Imlek mulai 1 Februari.
Kantor perdana menteri telah membuat beberapa permintaan yang sia-sia ke WeChat untuk mendapatkan kembali akses ke akun tersebut pada 10 Januari, kata sumber yang mengetahui masalah tersebut namun menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah, Senin, 24 Januari 2022.
Tencent tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.
Baik Partai Liberal dan oposisi utama Partai Buruh membuat akun WeChat resmi untuk para pemimpin mereka melalui perusahaan outsourcing.
Akun Scott Morrison didaftarkan pada 2019 menggunakan nama warga negara Tiongkok di Cina daratan sebagai operator akunnya, demikian catatan WeChat menunjukkan dan sumber pemerintah mengonfirmasi.
Akun dengan foto Morrison itu awalnya mempromosikan pengumuman besar tentang ekonomi atau pandemi Covid-19, misalnya, diterjemahkan ke dalam bahasa Cina.
Namun pada bulan Januari, akun tersebut berganti nama menjadi 'Australia China New Life', dan mengatakan akan memberikan informasi seperti tentang kehidupan di Australia.
Pendaftaran akun sekarang ditautkan ke perusahaan teknologi, Fuzhou 985, di provinsi Fujian, menurut temuan Reuters. Namun perusahaan tidak bisa dihubungi untuk meminta komentar.
Senator Liberal James Paterson, Ketua Komite Gabungan Parlemen untuk Intelijen dan Keamanan, mengatakan kepada media bahwa insiden itu adalah contoh "penyensoran" dan "campur tangan asing".
"Ada 1,2 juta warga Australia keturunan Cina yang menggunakan layanan ini secara berlebihan dan sekarang tidak dapat lagi mengakses berita dan informasi dari Perdana Menteri mereka," katanya di radio Australia, Senin.
"Namun mereka masih bisa mendapatkan akses kritik terhadap pemerintah, serangan terhadap pemerintah oleh Pemimpin Oposisi (Buruh)," katanya.
Fergus Ryan, analis senior di Institut Kebijakan Strategis Australia, mengatakan akun WeChat Perdana Menteri yang terdaftar atas nama warga negara Cina "selalu berisiko dan keliru", dan tampaknya merupakan pelanggaran aturan WeChat.
"Setiap akun yang dibuat dengan cara ini dapat ditutup pada saat itu juga," katanya.
Pada Desember 2020, akun WeChat Scott Morrison diblokir sementara di tengah perselisihan politik antara Canberra dan Beijing terkait gambar seorang tentara Australia di Afghanistan.
Dalam insiden tahun 2020, muncul catatan dari WeChat yang mengatakan konten tersebut melanggar ketentuan, termasuk mendistorsi peristiwa sejarah dan membingungkan publik.