TEMPO.CO, Jakarta - Guru Prancis mogok karena pemerintah mereka anggap gagal mengadopsi kebijakan yang koheren bagi sekolah untuk mengelola pandemi Covid-19 dan melindungi siswa dan staf dari infeksi, Kamis, 13 Januari 2022.
Guru, orang tua dan administrator sekolah harus menyiapkan murid ke sekolah, yang persyaratannya baru diumumkan setelah liburan Natal dan berubah dua kali sejak itu.
"Kami telah mencapai tingkat kejengkelan, kelelahan, dan kemarahan yang sedemikian rupa sehingga kami tidak memiliki pilihan selain mengorganisir pemogokan untuk mengirim pesan yang kuat kepada pemerintah," kata Elisabeth Allain-Moreno, sekretaris nasional serikat guru UNSA.
Serikat pekerja mengatakan mereka memperkirakan banyak sekolah akan ditutup pada hari Kamis dan sejumlah besar guru - termasuk sekitar 75 persen di sekolah dasar - bergabung dalam pemogokan satu hari. Serikat pekerja yang mewakili direktur sekolah, inspektur dan staf lainnya juga bergabung dalam pemogokan.
Pemerintah, yang sempat memberlakukan kebijakan pembelajaran online karena kasus Covid-19 naik, akhirnya memilih pembelajaran tatap muka meski dengan risiko terjadi penularan.
"Saya tahu ini sulit, tetapi pemogokan tidak menyelesaikan masalah," kata Menteri Pendidikan Jean-Michel Blanquer kepada BFM TV.
Infeksi telah melonjak di sekolah-sekolah ketika Prancis mencatat rekor kasus harian hampir 370.000. Kasus positif dapat mengakibatkan puluhan murid dan staf dikirim ke laboratorium untuk pengujian.
"Kelelahan dan kekesalan seluruh komunitas pendidikan telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata sebelas serikat pekerja dalam sebuah pernyataan bersama.
"Tanggung jawab menteri dan pemerintah dalam situasi kacau ini total karena gencarnya perubahan pijakan, protokol yang tidak berjalan dan kurangnya alat yang tepat untuk menjamin (sekolah) dapat berfungsi dengan baik."
REUTERS