TEMPO.CO, Jakarta - Intel akhirnya menghapus referensi tentang Xinjiang dari surat tahunan kepada pemasok setelah pembuat chip Amerika Serikat tersebut menghadapi serangan balasan di Cina karena meminta rekanan untuk menghindari wilayah yang terkena sanksi pemerintahan Joe Biden itu.
Bulan lalu, Intel dikecam di media sosial Cina karena sebuah surat kepada pemasok yang diterbitkan di situs webnya. Surat tertanggal 23 Desember 2021 itu mengatakan Intel "diharuskan untuk memastikan bahwa rantai pasokannya tidak menggunakan tenaga kerja atau sumber barang atau jasa dari wilayah Xinjiang" menyusul pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah.
Paragraf ini, atau referensi apa pun ke Xinjiang atau Cina, tidak ada lagi dalam surat di halaman yang sama pada Selasa, 11 Januari 2022, demkian dilaporkan Reuters.
Surat itu sekarang berbunyi bahwa perusahaan melarang "setiap tenaga kerja yang diperdagangkan atau tidak sukarela seperti tenaga kerja paksa, terikat hutang, penjara, kontrak, atau budak di seluruh rantai pasokan Anda yang diperluas."
Intel tidak segera menanggapi permintaan komentar. Bulan lalu, Intel meminta maaf atas "masalah" yang ditimbulkannya, dengan mengatakan bahwa komitmennya untuk menghindari rantai pasokan dari Xinjiang adalah ekspresi kepatuhan terhadap hukum AS.
Perusahaan multinasional mendapat tekanan karena mereka bertujuan untuk mematuhi sanksi perdagangan terkait Xinjiang sambil terus beroperasi di Cina, salah satu pasar terbesar di dunia saat ini.
Amerika Serikat menuduh Cina melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di Xinjiang, asal mayoritas Muslim Uyghur di negara itu, termasuk kerja paksa. Beijing telah berulang kali membantah klaim tersebut.
Berikutnya: Intel dituding pengecut