Beberapa pakar mengatakan, kondisi keuangan yang semakin tak aman menyebabkan orang memilih resiko dengan mempertaruhkan uangnya lebih besar dari biasanya yang berkisar US$ 1 (Rp 11 ribu) sampai US$ 5 (Rp 55 ribu) dengan harapan mendapat durian runtuh berupa segepok fulus dengan hanya menggosok selembar kupon.
"Sesekali seseorang akan menang dan saya berharap sayalah orangnya," kata Albert Atwood dari Nashville, yang menghabiskan US$ 100 (Rp 1,1 juta) per minggu dengan membeli Pick 5 dan Lotto Plus, dua kupon lotere gosok yang terkenal. "Saya membayangkan seandainya uang itu lebih baik ditabung saja, namun semua orang punya mimpi."
Didorong oleh para pembeli lotere reguler seperti Atwood dan pertumbuhan para pembeli lotere yang terus meningkat, 25 dari 42 negara bagian yang memiliki izin lotere dan bentuk permainan lainnya, juga mengalami kenaikan penjualan sejak Juli. Demikian menurut Scientific Games, salah satu perusahaan pembuat kupon lotere gosok itu.
Di Negara Bagian Washington, D.C. misalnya. Di ibukota negara Abang Sam itu penjualan lotere eceran mencapai rekor baru dengan US$ 45 juta atau Rp 495 miliar pada tahun fiskal 2008, yang berarti meningkat sebelas persen ketimbang tahun sebelumnya.
Sementara itu, di Tennessee, penjualan eceran meningkat US$ 8 juta atau Rp 88 miliar selama kwartal pertama yang berakhir pada Oktober. Ada pun penjualan kupon lotere di Massachusetts membukukan rekor baru menjadi US$ 4,7 miliar atau Rp 50 triliun selama tahun fiskla terakhir, atau naik dari US$ 4,4 miliar atau Rp 48 tirliun ketimbang tahun sebelumnya.
Menurut riset yang digelar The Rockefeller menemukan, total penjualan lotere di seluruh Amerika mengalami lonjakan drastis sejak 1992 menjadi US$ 17,4 miliar pada 2007. Pendapatan lotere paling banyak, menurut laporan tersebut, saat terjadi resesi pada 2001.
AP | BOBBY CHANDRA