TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen disambut oleh pasukan kehormatan dan karpet merah di Myanmar pada Jumat, tepat ketika protes oleh penentang kudeta pecah di bagian lain negara itu karena khawatir perjalanannya akan memberikan lebih banyak legitimasi kepada junta.
Lawatan dua hari itu adalah kunjungan resmi kepala pemerintahan yang pertama ke Myanmar yang dikuasai oleh junta militer.
Kamboja saat ini adalah ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, yang telah memimpin upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis di Myanmar dan yang mengadopsi rencana perdamaian konsensus lima poin pada April.
Beberapa negara ASEAN lainnya termasuk Indonesia telah menyatakan frustrasi atas kegagalan junta militer untuk mengimplementasikan rencana tersebut.
Di Myanmar, penentang kekuasaan militer mengatakan Hun Sen mendukung junta dengan melakukan perjalanan itu.
Menurut laporan Reuters, 7 Januari 2022, di Depayin, sekitar 300 km (186 mil) utara ibu kota, Naypyidaw, pengunjuk rasa membakar poster perdana menteri Kamboja dan meneriakkan "Hun Sen jangan datang ke Myanmar. Kami tidak ingin diktator Hun Sen," terlihat pada foto-foto di media sosial.
Ada juga laporan protes di kota kedua Mandalay dan wilayah Tanintharyi dan Monywa.
Dalam pidatonya pada hari Rabu, Hun Sen menyerukan untuk menahan diri dari semua pihak di Myanmar dan agar rencana perdamaian diikuti.
"Saudara-saudara di Myanmar, apakah kalian ingin negara kalian jatuh ke dalam perang saudara yang nyata atau ingin diselesaikan?" kata Hun Sen.
Setelah panggilan telepon minggu ini dengan Hun Sen, Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan dalam pesan di Twitter jika tidak ada kemajuan signifikan dalam rencana perdamaian, hanya perwakilan non-politik dari Myanmar yang boleh menghadiri pertemuan ASEAN.
Pada Oktober, pemimpin junta Min Aung Hlaing dilarang menghadiri KTT ASEAN karena kegagalannya menghentikan permusuhan, tidak mengizinkan akses kemanusiaan dan memulai dialog, sebagaimana disepakati dengan ASEAN.
Namun dalam tanda lebih lanjut dari perpecahan di blok 10 anggota, Hun Sen bulan lalu mengatakan pejabat junta harus diizinkan untuk menghadiri KTT ASEAN.
Min Ko Naing, seorang aktivis terkemuka di Myanmar, mengatakan di media sosial bahwa Hun Sen akan menghadapi protes besar-besaran atas kunjungannya, yang akan merugikan ASEAN.
Hun Sen adalah salah satu pemimpin terlama di dunia dan negara-negara Barat dan kelompok hak asasi manusia telah lama mengutuknya karena tindakan keras terhadap lawan, kelompok hak-hak sipil dan media di Kamboja.
Deputi Direktur Regional Amnesty International untuk Penelitian, Emerlynne Gil, mengatakan perjalanan itu berisiko mengirim pesan beragam kepada pemimpin militer Myanmar, dan Hun Sen seharusnya memimpin ASEAN ke tindakan tegas untuk mengatasi "situasi hak asasi manusia yang mengerikan" di negara itu.
Hun Sen akan bertemu dengan pemimpin militer Min Aung Hlaing, tetapi Radio Free Asia yang didanai AS mengutip juru bicara junta militer, yang mengatakan dia tidak akan bertemu Aung San Suu Kyi yang ditahan sejak kudeta dan diadili, dan menghadapi hampir belasan kasus yang membawa total hukuman maksimum lebih dari 100 tahun penjara.
Baca juga: Militer Tangkap dan Siksa Pendeta Myanmar, Lima Tewas
REUTERS