TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan rombongan pergi dari Afghanistan dengan tergesa-gesa dalam kekacauan ketika Taliban mulai merebut kota Kabul pada 15 Agustus, menurut mantan pilot dan pejabat yang mengetahui peristiwa itu.
Pasukan keamanan lapangan terbang menghentikan helikopter Angkatan Udara Afghanistan lainnya untuk lepas landas. Helikopter ini ditugaskan ke armada kepresidenan Ghani, yang akhirnya diizinkan untuk terbang, tetapi hanya setelah salah satu pilot di helikopter berdebat dengan pasukan dan keamanan Ghani terlibat, menurut beberapa warga Afghanistan yang mengetahui insiden itu, dikutip dari Reuters, 30 Desember 2021.
Kebuntuan itu mengkhawatirkan lingkaran dalam presiden. Kekhawatiran meningkat tentang kemampuan pasukan Ghani sendiri untuk melindunginya, kata Mohib, penasihat keamanan nasional. Meskipun bukan satu-satunya faktor, insiden itu berkontribusi pada keputusan bahwa sudah waktunya untuk mengeluarkan Ghani dari Afghanistan, kata Mohib.
"Salah satu alasan diambilnya keputusan bahwa sudah waktunya untuk mengungsi karena helikopter itu benar-benar disandera," kata Mohib. "Ketakutannya adalah bahwa beberapa (tentara Afghanistan) membelot."
Kerusuhan berlanjut ketika Ashraf Ghani dan rombongannya mulai menaiki tiga helikopter di halaman istana untuk melarikan diri ke Uzbekistan, salah satu pilot mengatakan kepada Reuters. Setelah presiden, istrinya, dan beberapa pejabat tinggi, termasuk Mohib naik, beberapa pengawal Ghani saling berkelahi untuk memperebutkan kursi yang tersisa, dengan adu jotos, kata seorang pilot kepada Reuters.
Tiga helikopter meninggalkan istana bersama-sama sebelum pukul 3 sore, terbang rendah untuk menghindari radar saat mereka menuju utara untuk menjaga misi tetap rahasia, kata pilot. Helikopter keempat menyusul dalam waktu singkat. Salah satu helikopter begitu penuh sesak sehingga kru memerintahkan agar pelindung tubuh dilemparkan ke laut untuk meringankan beban. Empat pesawat itu membawa total 54 orang, setengahnya adalah pengamanan presiden.
Pilot diberitahu tujuan mereka hanya beberapa menit sebelum lepas landas. Mereka tidak bisa memberi tahu keluarga mereka dan pergi tanpa membawa apa-apa selain pakaian penerbangan mereka, kata dua pilot kepada Reuters. Pejabat Uzbekistan juga terkejut dengan pendaratan mendadak orang-orang Afghanistan di bandara Termez, yang memicu kebingungan keamanan bandara Uzbekistan, dua pilot Afghanistan mengatakan kepada Reuters.
Kementerian luar negeri Uzbekistan menolak berkomentar.
Tangkapan layar video di Youtube saat Presiden Afganistan Ashraf Ghani berpidato di Uzbekistan.[YouTube]
Sesampainya di tanah Uzbekistan, Ashraf Ghani menyampaikan ucapan terima kasih terakhir untuk para kru.
"Anda menyelamatkan seluruh hidup kami," kata presiden dengan berwajah muram kepada mereka, cerita salah satu pilot kepada Reuters.
Ashraf Ghani segera terbang ke Abu Dhabi, ibu kota Uni Emirat Arab (UEA), yang mengumumkan bahwa dia dan keluarganya telah diterima dengan "alasan kemanusiaan".
Reuters tidak dapat menghubungi Ashraf Ghani melalui kementerian luar negeri UEA atau melalui mantan anggota pemerintahannya.
Sekitar 17 awak udara: pilot, teknisi penerbangan, dan kru pemeliharaan, telah memimpin aksi gila-gilaan Ghani ke Uzbekistan. Mereka naik penerbangan charter ke Abu Dhabi pada 16 Agustus dan akhirnya dipindahkan ke kamp kemanusiaan di sana. Semuanya masih menunggu pemukiman kembali AS.
Mengatakan bahwa mereka merasa dilupakan oleh pemerintah AS, dan khawatir dengan keluarga mereka di Afghanistan, dua pilot meminta bantuan Amerika selama wawancara dengan Reuters.
"Kami melakukan tugas kami," kata salah satu dari mereka.
Seorang juru bicara kedutaan AS di Abu Dhabi menolak mengomentari kasus individu pilot Afghanistan, tetapi mengatakan bahwa pemrosesan, penyaringan, dan pemeriksaan warga Afghanistan untuk relokasi ke Amerika Serikat adalah prioritas utama.
Baca juga: Taliban Minta Pejabat Pemerintah yang Kabur dari Afghanistan untuk Pulang
REUTERS