TEMPO.CO, Jakarta - Presiden El Salvador, Nayib Bukele, dengan mudah membungkam oposisi yang tidak setuju pada kebijakannya mengakui Bitcoin sebagai mata uang yang sah.
Namun kini muncul penentang baru kebijakannya, yang aktif berdemo di jalan atau media sosial dengan dandanan khas termasuk wig warna-warni.
Lady Drag, alter ego aktor Marvin Pleitez, sejak September 2021 muncul sebagai musuh Bukele yang tidak biasa. Ia menarik perhatian media dan masyarakat dengan cara mencolok dan mengritik kecenderungan otokratis pemimpin berusia 40 tahun itu.
Ketika eksperimen Bitcoin khas Bukele dimulai pada 7 September dengan membuat mata uang kripto legal seperti dolar AS, Lady Drag turun ke jalan bersama pengunjuk rasa lainnya. Ia berpakaian sebagai pahlawan super dengan jubah, legging jala, dan sepatu bot hitam.
Di dadanya terlukis "B" besar untuk bitcoin dengan garis hitam tebal di atasnya, mencerminkan skeptisisme tentang cryptocurrency.
“Bitcoin adalah masalah bagi negara karena itu juga mempengaruhi kita semua,” kata Pleitez kepada Reuters, dengan mengatakan ada “banyak” masalah yang perlu diketahui publik.
Kantor Bukele tidak menanggapi permintaan komentar atas cerita ini.
Pleitez, seorang gay yang menjadi instruktur drama universitas berusia 39 tahun, mengatakan dia memilih Bukele pada 2019, ketika mantan walikota San Salvador mengakhiri duopoli dua partai yang sudah berlangsung lama.
Tapi keraguan Pleitez tentang Bukele mulai terbentuk ketika presiden itu menutup kantor keragaman seksual pemerintah. Apalagi ketika presiden awal tahun lalu memerintahkan tentara ke Kongres untuk menekan anggota parlemen.
Penampilannya yang unik menyedot perhatian media dan masyarakat. Sebenarnya itu bukan hal baru baginya. Saat muda ia bekerja di bar kaum gay dan mengenakan pakaian perempuan atau drag (dressed resembling as girl)
Pada 2007, persona drag pertamanya memenangkan kontes lokal dengan nama Lady Evance Versace Garuch. Tapi Pleitez gantung sepatu selama lebih dari satu dekade sebelum seorang teman tahun lalu mendorongnya untuk menghidupkan kembali penampilannya untuk klub lokal.
Pandemi segera membatasi akses ke klub-klub, dan Pleitez menyalurkan daya tariknya ke jalanan didorong oleh ketidaksukaannya terhadap arus politik Salvador.
Tumbuh di lingkungan miskin di ibu kota San Salvador, Pleitez memilah-milah sampah mencari mainan dan mengetuk pintu rumah di lingkungan yang lebih kaya untuk mengemis makanan.
Menemukan hasrat untuk teater setelah menemani seorang teman, Pleitez kemudian belajar seni pertunjukan di Kuba.
"Sederhananya, saya akan terus turun ke jalan dan terus melakukan apa yang bisa saya lakukan dari sudut artistik saya sendiri," kata Pleitez. "Tidak ada yang membantu saya, tidak ada yang memberi saya uang."
REUTERS