TEMPO Interaktif, Jakarta: Setelah banyak penundaan, Amerika Serikat membuka kedutaan barunya senilai US$ 700 juta (Rp 7,7 triliun) di Irak pada hari Senin. Kedutaan itu merupakan kedutaan paling besar dan paling mahal yang pernah dibangun.
Kompleks seluas 104 acre (42 hektare) itu lebih besar daripada Vatikan dan seukuran 80 lapangan sepak bola, dilengkapi 21 bangunan, sebuah kamp tentara, bioskop, ritel dan pusat perbelanjaan, restoran, sekolah, stasiun pemadam, pembangkit listrik dan air, serta fasilitas telekomunikasi dan perawatan limbah.
Kompleks itu juga enam kali lebih besar dari kompleks PBB di New York, dan dua pertiga ukuran National Mall di Washington.
Ia memiliki ruang untuk 1.000 karyawan dengan enam blok apartemen dan 10 kali lebih besar daripada kedutaan AS lainnya.
Dalam upacara peresmian Senin yang dihadiri pejabat AS dan Irak, Duta Besar Amerika Ryan Cocker menekankan peresmian itu menandai era baru bagi Irak dan bagi hubungan Irak-AS, meskipun berbagai kritik mengatakan kedutaan yang mirip benteng itu menunjukkan ketidakbersinambungan antara AS dan kondisi di lapangan di Irak.
"Keberadaan kedutaan besar AS terbesar di dunia itu di Zona Hijau yang berdekatan dengan pemerintah Irak dipandang oleh warga Irak sebagai indikasi siapa yang benar-benar berkuasa di negara mereka," kata International Crisis Group, lembaga penelitian berpusat di Eropa, pada tahun 2006.
"Ide kedutaan sebesar ini, semahal ini, dan yang terisolasi dari peristiwa yang terjadi di luar dinding tidak perlu untuk dirayakan," kata sejarawan arsitektur Jane Loeffler yang menulis di Foreign Affairs tahun 2007.
Peresmian kompleks di jantung Zona Hijau ini hanya sehari setelah perjanjian keamanan antara Irak dan Amerika Serikat berlaku. Perjanjian itu menggantikan mandat PBB yang memberi kewenangan hukum ke Amerika Serikat dan pasukan asing lainnya untuk beroperasi di Irak .
FOXNEWS/ERWIN