Aktifitas ibadat itu bukan tanpa alasan. Aksi itu dilakukan sebagian besar penduduk Israel, terkait ancaman sayap militer Hamas, Izzedin Al-Qassam yang akan melancarkan serangan kejutan dan berjanji akan membawa ketakutan.
Terkait sembahyang, hingga kini pemerintah Israel telah memanggil 10,000 pasukan cadangan untuk terjun ke medan peperangan. Akibatnya tidak ada orang di Israel yang tidak takut terhadap kelangsungnan nyawa anak, saudara atau temannya. Ketakutan diperkuat setelah tewasnya seorang tentara Minggu (4/1) akibat roket yang dilancarkan Hamas, di mana 40 orang lainnya terluka.
Akibatnya sebelum berlaga di medan peperangan, banyak tentara Israel yang khusyuk berdoa. “Adik saya dipanggil kemarin Senin (5/1). Dia berusia 31 tahun dan telah mempunyai dua orang anak. Saya tidak bisa memikirkannya, karena saya bisa gila karena khawatir,” sebut Linda, 34, pramusaji di sebuah kafe di Tel Aviv, Selasa (6/1).
Pemandangan tak berbeda juga terjadi di Jerusalem. Menurut Rabbi Menachin Mendel, 39, dia menyaksikkan jumlah pendoa yang meminta doa kian hari kian bertambah sejak digelarnya agresi militer Israel pada 27 Desember lalu.
“Lebih dari 50 orang meminta berdoa dengan saya. Itulah perang. Beberapa hari lalu hanya beberapa gelintir orang saja yang datang berdoa setiap jamnya,” kata Rabbi Menachin.
Pengakuan yang sama juga dilontarkan Sara, 67, warga Sderot yang wilayahnya kerap menjadi sasaran empuk roket-roket Kassam yang dilancarkan Hamas. “Situasinya berubah menjadi mengerikan. Tidak seorangpun yang menginginkan kematian orang-orang tak berdosa. Namun tidak seorangpun di sini yang mampu membayangkan hidup di bawah teror. Ketakutan telah mencengkeram kami,” jelasnya.
BILD | BAGUS WIJANARKO