TEMPO.CO, Jakarta - Pasangan suami-istri muda di Provinsi Jiangxi, Cina, tewas keracunan dengan meninggalkan delapan anak, termasuk bayi berumur 9 bulan.
Tewasnya pasutri berusia 30-an tahun itu menyita perhatian publik mengingat otoritas setempat biasanya sangat ketat menerapkan program keluarga berencana.
Anak terakhir pasutri tersebut masih berusia sembilan bulan, demikian media Cina, yang dikutip Antara, Minggu, 12 Desember 2021.
Pasangan itu tewas saat sedang mandi di salah satu rumah kontrakan di Kota Zhuting. Dalam penyelidikan dan hasil uji forensik terungkap bahwa kedua korban tewas karena keracunan karbon monoksida.
Keluarga menolak pasutri tersebut diautopsi untuk penyelidikan lebih lanjut sebagaimana laporan media setempat.
Delapan anak korban yang terdiri dari enam perempuan dan dua laki-laki kini diasuh oleh neneknya yang berusia 60 tahun dan paman beserta bibi yang masih berusia 30 tahun.
Pemerintah daerah setempat memberikan uang santunan kepada nenek korban sebesar 20.000 yuan (Rp45 juta) dan subsidi setiap anak korban sebesar 1.200 yuan (Rp2,7 juta) per bulan hingga mereka berusia 18 tahun.
Beberapa warganet di Cina mempertanyakan kenapa pasutri muda itu memiliki delapan anak di tengah kebijakan ketat program keluarga berencana.
Pejabat lokal kepada media mengaku telah melakukan pendekatan persuasif kepada mereka agar tidak menambah anak lagi setelah kelahiran anak keempat.
Namun pasutri tersebut tetap bersikeras menginginkan menambah anak lagi sehingga otoritas setempat tidak bisa mengintervensi lebih dalam urusan rumah tangga warganya.
Sejak 2015, otoritas Cina telah melonggarkan kebijakan registrasi keluarga sehingga anak-anak yang baru lahir bisa dimasukkan dalam daftar keluarga selama kedua orang tua mereka hadir di tempat pendaftaran dan memiliki akta kelahiran.
Sebelumnya Cina menganut kebijakan satu anak atau hanzi yang diterapkan pada 1980 sampai 2015 untuk mengekang ledakan jumlah penduduk.