TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan warga Istambul mengantre untuk mendapatkan roti bersubsidi ketika nilai lira merosot dan inflasi melonjak hingga mengikis pendapatan orang Turki.
Di distrik Sultangazi, Istambul, kubu tradisional Partai AK Presiden Tayyip Erdogan, puluhan orang menunggu untuk membeli roti di kios yang dikelola oleh pemerintah kota.
"Kami harus menghitung setiap satu, lima, 10, 20 lira," kata Ozcan Kethuda, 50 tahun, setelah membeli roti untuk keluarganya.
Dia menyalahkan pemerintah atas kesulitan itu.
"Pemerintah harus berubah karena selama 20 tahun ada sistem yang sama," katanya. "Kebanyakan orang di sini mungkin mengatakan 'panjang umur sultan saya', tetapi periode itu sudah berakhir. Mereka yang, bersama dengan saya, memilih Partai AK juga menghadapi kesulitan."
Warga lainnya, Ramazan Kambay, mengatakan situasi ekonomi keluarganya memburuk dengan tajam. Mereka biasa hidup dengan 1.000 lira seminggu, setengahnya untuk makanan. Dengan jatuhnya lira, tidak lagi cukup untuk kebutuhan mereka.
"Kalau seminggu dapat 1.000 itu tidak cukup," katanya. "Siapa yang harus kita salahkan untuk ini?"
Bagi Walikota Istanbul Ekrem Imamoglu, yang dipandang sebagai calon penantang Presiden Tayyip Erdogan, antrian tersebut menggambarkan apa yang dia katakan bukan hanya krisis ekonomi tetapi juga kegagalan pemerintah, yang menunjukkan perlunya perubahan politik.
Pemerintah kota menjual roti dengan harga 1,25 lira (sekitar Rp1.300) atau sekitar setengah harga di toko roti biasa. Setiap hari disiapkan 1,5 juta roti untuk memenuhi permintaan. Tapi dia mengatakan antrian menunjukkan ini tidak cukup.
"Ini menunjukkan dengan sangat jelas kemiskinan. Orang-orang tidak senang mengantri untuk membeli roti," kata Imamoglu kepada Reuters dalam sebuah wawancara di kantornya di pusat Istanbul.
Berikutnya Erdogan minta rakyat bersabar