TEMPO.CO, Jakarta - Taliban merilis dekrit yang mengatur tentang hak-hak perempuan di Afghanistan pada Jumat. Taliban menyatakan perempuan tak boleh dianggap sebagai properti dan harus menyetujui pernikahan. Perempuan tak boleh dinikahkan secara paksa.
Di dalam dekrit tersebut, Taliban tak menyebutkan soal hak perempuan di bidang pendidikan dan pekerjaan di luar rumah. Taliban berada di bawah tekanan dari masyarakat internasional dengan membekukan dana untuk Afghanistan. Taliban diminta berkomitmen menegakkan hak-hak perempuan sejak kelompok Islam garis keras mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus lalu.
"Seorang wanita bukanlah properti, tetapi manusia yang mulia dan bebas. Tidak ada yang bisa memberikan perempuan kepada siapa pun dengan imbalan perdamaian atau untuk mengakhiri permusuhan," bunyi dekrit Taliban, yang dirilis oleh juru bicara Zabihillah Muhajid.
Di dalam dekrit, diatur pernikahan dan properti untuk wanita. Menurut Taliban, wanita tidak boleh dipaksa menikah dan janda harus memiliki bagian atas warisan mendiang suaminya.
Pengadilan juga harus mempertimbangkan aturan ketika membuat keputusan. Kementerian agama dan informasi harus mempromosikan hak-hak perempuan tersebut.
Selama pemerintahan sebelumnya dari 1996-2001, Taliban melarang perempuan meninggalkan rumah tanpa didampingi kerabat laki-laki. Perempuan juga diwajibkan menutup wajah dan kepala.
Taliban mengatakan mereka telah berubah. Anak-anak perempuan telah diizinkan bersekolah lagi. Namun banyak perempuan dan pembela hak wanita tetap skeptis.
Komunitas internasional, yang telah membekukan miliaran dana bank sentral dan pengeluaran pembangunan, menjadikan hak-hak perempuan sebagai elemen kunci. Afghanistan kini menderita krisis likuiditas perbankan karena arus kas mengering karena sanksi. Negara ini sedang menghadapi risiko keruntuhan ekonomi sejak diambil alih Taliban.
Baca: Gadis Afghanistan Usia 9 Tahun yang Dijual Ayahnya Akhirnya Diselamatkan
REUTERS