TEMPO.CO, Jakarta - Militer Myanmar yang berkuasa pada Jumat mengancam akan menangkap warga yang berinvestasi dalam obligasi yang ditawarkan oleh pemerintah bayangan. Junta Myanmar mengancam akan menjatuhkan hukuman penjara yang panjang karena keterlibatan mereka dalam apa yang disebutnya pendanaan "teroris".
Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), aliansi kelompok pro-demokrasi, tentara etnis minoritas dan sisa-sisa pemerintah sipil yang digulingkan oleh militer, mengatakan minggu ini telah mengumpulkan US$9,5 juta (Rp136,2 miliar) dalam 24 jam pertama dari penjualan obligasi, dikutip dari Reuters, 28 November 2021.
NUG mengatakan hasil dari obligasi tanpa bunga akan mendanai "revolusi" melawan militer sebagai tanggapan atas kudeta 1 Februari dan penindasan berdarah terhadap protes. Tidak disebutkan bagaimana dana itu akan digunakan.
Zaw Min Tun, juru bicara junta Myanmar, mengatakan NUG telah dilarang dan dicap sebagai organisasi teroris, sehingga mereka yang menyediakan dana menghadapi tuntutan serius.
"Tindakan dapat diambil di bawah tuduhan terorisme dengan hukuman berat bagi mereka yang mendanai kelompok teroris," katanya pada konferensi pers yang disiarkan televisi.
"Jika Anda membeli obligasi uang, itu termasuk dalam (ketentuan) itu," katanya.
Obligasi tersebut mulai dijual pada hari Senin untuk sebagian besar warga negara Myanmar di luar negeri dalam denominasi US$100 (Rp1,4 juta), US$500 (Rp7,1 juta), US$1.000 (Rp14,3 juta) dan US$5.000 (Rp71,7 juta), dengan tenor dua tahun.
NUG tidak mengungkapkan berapa banyak pembeli yang ambil bagian dalam penjualan, yang mengharuskan peserta untuk mentransfer dana ke rekening di Republik Ceko.
Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak kudeta, yang menyebabkan pemogokan dan protes, serta tindakan keras militer terhadap para aktivis. Hal ini juga menyebabkan pembentukan di beberapa wilayah pasukan milisi yang bersekutu dengan NUG, beberapa didukung oleh kelompok etnis bersenjata.
Lebih dari 1.200 warga sipil tewas dalam protes dan ribuan ditahan sejak kudeta, menurut aktivis yang dikutip oleh PBB.
Tekanan internasional terhadap junta juga semakin meningkat. Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memblokir pemimpin junta Min Aung Hlaing dari pertemuan puncak bulan lalu atas kegagalannya menghentikan permusuhan, dan tidak mengizinkan akses kemanusiaan atau memulai dialog, sebagaimana yang dijanjikannya pada April.
Presiden AS Joe Biden, yang berpidato di KTT ASEAN, juga menegur rezim militer Myanmar.
Baca juga: Junta Myanmar Tangkap Dokter yang Rawat Pasukan Perlawanan Rakyat di Gereja
REUTERS