TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya dua orang tewas dan 16 lainnya cedera di Niger barat ketika pengunjuk rasa bentrok dengan konvoi militer Prancis yang mereka hadang setelah melintasi perbatasan dari Burkina Faso, kata walikota setempat, Sabtu, 27 November 2021.
Kendaraan lapis baja dan truk logistik melintasi perbatasan Niger pada hari Jumat setelah diblokir di Burkina Faso selama seminggu oleh demonstrasi di sana menentang kegagalan pasukan Prancis untuk menghentikan kekerasan yang meningkat oleh militan Islam.
Kemarahan tentang kehadiran militer Prancis di bekas koloninya telah meningkat di Niger, Burkina Faso dan negara-negara lain di wilayah Sahel Afrika Barat di mana Prancis memiliki ribuan tentara untuk memerangi afiliasi lokal Al Qaeda dan Negara Islam ISIS.
Akhir pekan lalu, ratusan orang di kota Kaya di Burkinabe memblokir konvoi Prancis, yang sedang dalam perjalanan dari Pantai Gading ke Mali.
Konvoi akhirnya dapat meninggalkan Burkina Faso pada Jumat tetapi kembali dihadang pada Sabtu pagi kurang dari 30 km (19 mil) setelah melintasi perbatasan di kota Tera, Niger barat, tempat mereka berhenti untuk bermalam.
Hamma Mamoudou, walikota Tera, mengatakan kepada Reuters bahwa dua pengunjuk rasa tewas dan 16 lainnya terluka dalam bentrokan, "kemungkinan besar" karena tembakan.
Juru bicara militer Prancis Kolonel Pascal Ianni mengatakan kepada Reuters sebelumnya bahwa tentara Prancis dan polisi militer Niger telah melepaskan tembakan peringatan untuk membubarkan pengunjuk rasa yang mencoba menjarah dan menyita truk.
Ianni mengatakan konvoi itu kemudian dapat melanjutkan perjalanan menuju ibu kota Niamey. Dia tidak segera menanggapi pertanyaan tentang kematian itu.
Video yang dibagikan oleh seorang pejabat setempat menunjukkan para pengunjuk rasa, sebagian besar pria muda, berteriak, "Ganyang Prancis!" saat asap hitam membubung dari barikade yang terbakar.
Prancis melakukan intervensi di Mali pada 2013 untuk memukul mundur milisi yang merebut gurun utara, sebelum mengerahkan tentara melintasi Sahel. Meskipun telah menewaskan banyak pemimpin jihad, kekerasan terus meningkat dan menyebar di wilayah tersebut.
Dalam demonstrasi di Burkina Faso dan di tempat lain, pengunjuk rasa mengutip teori konspirasi bahwa Prancis diam-diam mendukung militan untuk membenarkan kehadiran militernya yang berkelanjutan di bekas koloninya.