TEMPO.CO, Jakarta - Militer Myanmar menahan 18 petugas medis karena merawat anggota pasukan perlawanan rakyat yang mereka cap sebagai organisasi teroris, demikian dilaporkan surat kabar negara, Rabu, 24 November 2021.
Pasukan militer melancarkan penangkapan pada Senin, 22 November 2021, dalam penggerebekan di sebuah gereja di Loikaw di Kayah, negara bagian di kawasan timur.
Di gereja itu, pasukan Junta mendapati 48 pasien sedang dirawat. Tujuh di antaranya menderita Covid-19.
"Diketahui bahwa orang-orang yang luka dan para pasien dari organisasi-organisasi teroris diberi perawatan medis secara tidak resmi," kata Global Light of Myanmar, surat kabar yang merupakan corong junta.
Laporan itu tidak menyebutkan nama-nama organisasi yang dimaksud.
Global Light of Myanmar melaporkan bahwa ke-18 petugas medis yang ditahan akan diadili sesuai undang-undang yang berlaku.
Sistem layanan kesehatan Myanmar nyaris ambruk setelah militer pada 1 Februari 2021 menggulingkan pemerintahan terpilih.
Banyak petugas medis ikut serta dalam gerakan pembangkangan oleh masyarakat sipil. Sebagai protes terhadap kepemimpinan junta, mereka menolak bekerja di rumah-rumah sakit yang dikelola pemerintah.
Banyak fasilitas dan petugas layanan kesehatan menjadi target penindakan oleh pasukan keamanan, menurut sejumlah kelompok pembela hak asasi manusia.
Sebelumnya, sebanyak empat dokter, empat perawat, dan empat asisten perawat ditangkap karena merawat pasien di sebuah gereja, didakwa menghasut orang-orang untuk tidak menjalankan tugas, menurut laporan tersebut.
Sejak kudeta terjadi, sudah hampir 1.300 warga sipil terbunuh dan lebih dari 10.000 lainnya ditahan, menurut Assistance for Political Prisoners (AAPP), organisasi yang memantau berbagai kejadian pascakudeta di Myanmar.
Militer Myanmar telah membantah kebenaran data AAPP tersebut, yang telah dikutip Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Juru bicara Junta Myanmar pekan lalu mengatakan 200 tentara terbunuh selama konflik tersebut.
ANTARA