TEMPO.CO, Jakarta - Seorang tahanan Palestina Miqdad al-Qawasmi pada Kamis, 11 November 2021, mengakhiri mogok makan 113 hari setelah Israel setuju untuk tidak memperpanjang penahanannya tanpa pengadilan setelah Februari 2022.
Kondisi Qawasmi makin memburuk setelah dia menolak makanan selama protes tetapi minum air dengan garam dan diberi vitamin dan obat-obatan oleh dokter Israel.
Berat badan Qawasmi hampir setengah dari kondisi normalnya setelah melakukan aksi sejak Juli lalu, kata keluarganya seperti dikutip Reuters, Jumat, 12 November 2021..
"Kesepakatan telah dicapai untuk membebaskan tahanan pahlawan Miqdad al-Qawasmi Februari mendatang," kata Nahid Fakhouri, direktur kantor Media Tahanan Palestina.
"Dia mengakhiri mogok makannya dan dapat mulai makan lagi, tergantung pada dokter apa ... mengizinkannya makan sesuai dengan kondisi kesehatannya."
Pejabat Palestina lainnya dari Asosiasi Tahanan Palestina mengatakan pembebasan Februari akan bertepatan dengan akhir periode yang disebut "penahanan administratif" Qawasmi, yang tidak akan diperpanjang.
Seorang juru bicara Otoritas Penjara Israel mengkonfirmasi bahwa Qawasmi telah mengakhiri serangannya tetapi tidak memiliki informasi lebih lanjut.
Lima warga Palestina lainnya yang ditahan tanpa diadili juga melakukan mogok makan, kata para pejabat Palestina.
Israel menahan warga Palestina yang dianggap sebagai tersangka, biasanya dalam kasus terkait keamanan, hingga 60 hari tanpa dakwaan dan memperpanjang periode tersebut dengan persetujuan pengadilan.
PBB dan Uni Eropa mengkritik praktik tersebut. Israel mengatakan identitas operasi dan sumber yang menyamar dapat dikompromikan oleh proses pengadilan biasa.
Ada sekitar 500 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel di bawah penahanan administratif, kata para pejabat Palestina. Israel tidak pernah merilis angka tersebut.
Qawasmi ditangkap pada bulan Januari.
Seorang pejabat keamanan Israel mengatakan penahanannya "berdasarkan intelijen yang diajukan ke pengadilan" mengenai keterlibatannya dalam kegiatan yang terkait dengan kelompok Islam Hamas.
Juru bicara Hamas Hazem Qassem memuji kesepakatan itu sebagai "kemenangan".