TEMPO.CO, Jakarta -Tepat 32 tahun yang lalu, pada 9 November 1989 Tembok Berlin mulai dihancurkan warga Jerman Timur.
Mulai di hari itu, orang-orang membawa palu godam dan alat penghancur lainnya untuk menghancurkan beberapa bagian di Tembok Berlin ini.
Sejak usai Perang Dunia II, Jerman terbelah menjadi dua bagian. Hal ini karena Uni Soviet menolak usulan rekonstruksi Jerman pasca perang. Karena hal itulah wilayah Jerman Timur dikuasai Soviet dan wilayah Jerman Barat dikuasai Barat. Berlin, sebagai ibu kota Jerman pun ikut terbelah.
Perseteruan ini mengakibatkan Jerman Timur membangun sebuah tembok yang dinamai Tembok Berlin sebagai pembatas antara kedua wilayah ini. Tembok ini bertujuan untuk mencegah masyarakat Jerman Timur masuk ke wilayah Jerman Barat.
Mengutip dari laman DW, tembok ini mulai hancur ketika Schabowski, juru bicara Politbiro Republik Jerman Timur dari Sozialistische Einheitspartei Deutschlands (SED) menyampaikan pidato untuk mengklarifikasi hasil perundingan terkait peraturan perjalanan emigrasi di Jerman Timur.
Dalam pidatonya, Schabowski menyatakan Republik Jerman Timur membolehkan warga negaranya untuk pergi dan masuk ke Jerman Timur melalui pos-pos tertentu, termasuk antara Berlin Timur dan Berlin Barat.
Untuk melawati perbatasan, persyaratan dan pengecekan pun tidak diperlukan lagi.
Orang yang bepergian tidak akan kehilangan kewarganegaraan Jerman Timurnya ketika menyeberang ke Jerman Barat dan ingin kembali lagi. Hal ini membuat ribuan orang berlarian ke perbatasan di jantung kota Berlin, yang baru akan dibuka beberapa jam kemudian.
Kurang dari setahun setelah kejadian ini, yaitu pada 3 Oktober 1990, negara yang sebelumnya terbagi menjadi Timur dan Barat akhirnya kembali bersatu menjadi Jerman. Peristiwa bersejarah ini terjadi atas persetujuan pemenang Perang Dunia II, yaitu Sekutu Barat - AS, Inggris dan Perancis, dan Uni Soviet.
WINDA OKTAVIA
Baca: Symphony No. 9 Beethoven: Pengiring Jatuhnya Tembok Berlin dan Demo Tiananmen