TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kelompok pro-demokrasi Sudan pada Minggu, 7 November 2021, melanggar aturan dengan tetap berunjuk rasa dan melakukan aksi mogok sebagai bentuk protes kudeta militer yang terjadi bulan lalu. Jumlah demonstran kali ini tidak sebanyak sebelumnya karena sambungan internet dan ponsel, diputus (dibatasi).
Sejumlah fraksi bersenjata yang menanda-tangani sebuah kesepakatan damai pada tahun lalu, menolak kudeta militer dan mereka menyerukan agar status darurat nasional di Sudan diakhiri.
Sedangkan Rapid Support Forces, yakni sebuah kelompok pendukung militer Sudan, muncul dalam sebuah pidato yang ditayangkan di Facebook mendukung pengambil alihan kekuasaan Pemerintah Sudan.
Warga Sudan menggelar aksi unjuk rasa menolak kudeta Militer di Atbara, Sudan, 27 Oktober 2021. Ebaid Ahmed via REUTERS
Sudanese Professionals Association (SPA), yang memimpin sejumlah unjuk rasa untuk menggulingkan mantan Pemimpin Sudan Omar al-Bashir pada 2019, menyusun sebuah rencana unjuk rasa dan memasang barikade untuk mencoba membalikkan keadaan setelah militer Sudan mengambil alih kekuasaan.
Dalam unjuk rasa hari Minggu kemarin, 7 November 2021, demonstran memenuhi sejumlah jalan di Ibu Koa Khartoum. Untungnya, kondisi lalu lintas tidak sedang padat saat itu.
Serikat guru-guru di Sudan mengatakan aparat keamanan menembakkan gas air mata saat mereka melintasi gedung Kementerian Pendidikan dalam unjuk rasa menolak kudeta militer. Sekitar 87 orang ditahan dalam aksi tersebut.
Baca juga: Pesawat Kargo Antonov-26 Angkut Bahan Bakar Jatuh di Sudan, 5 Awak Tewas
Sumber: Reuters
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.