TEMPO.CO, Jakarta - Vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada warga negara Malaysia, Nagaenthran K Dhamalingam, oleh pengadilan Singapura dalam kasus narkoba, diprotes karena terdakwa dinilai mengalami keterbelakangan mental.
Vonis itu akan dijalankan di Singapura, pada 10 November 2021 karena kasus narkoba.
"Ia telah ditahan oleh pihak berwenang Singapura pada 22 April 2009 atas kesalahan penyelundupan narkoba jenis heroin seberat 42,72 gram dan dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi Singapura pada 22 November 2010," ujar Menteri Luar Negeri Malaysia, Saifuddin Abdullah dalam pernyataannya di Putrajaya, seperti dikutip Antara, Kamis, 4 November 2021.
Proses banding melalui mahkamah telah dibuat hingga ke peringkat akhir yaitu melalui permohonan Pengampunan Presiden (Presidential Clemency). "Permohonan tersebut telah ditolak pada 1 Juni 2020," katanya.
Saifuddin mengatakan pihaknya juga menerima surat dari organisasi Anti-Death Penalty Asia Network (ADPAN) melalui Maria Chin Abdullah, anggota Parlemen Petaling Jaya yang menyampaikan pelaksanaan hukuman tersebut serta memohon supaya Kementerian Luar Negeri membahas kasus ini dengan Pemerintah Singapura.
"Saya telah mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri Singapura berkenaan dengan kasus ini," katanya.
Kementerian Luar Negeri melalui Komisi Tinggi Malaysia di Singapura akan terus memantau perkembangan kasus ini dan akan
menyampaikan bantuan konsuler yang sewajarnya kepada Nagaenthran serta keluarganya.
Keterbelakangan mental
Hukuman mati yang dijatuhkan Pengadilan Singapura dinilai keliru karena terdakwa Nagaenthran mengalami keterbelakangan mental, demikian itu disampaikan Kelompok hak asasi Lawyers for Liberty (LFL) Malaysia.
Menurut LFL, seperti dikutip Free Malaysia Today, terdakwa menderita masalah fungsi intelektual dan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder atau gangguan mental yang menyebabkan seorang sulit memusatkan perhatian), memiliki skor FSIQ 69, dan keterampilan fungsi eksekutifnya terganggu.
Penasihat LFL, N Surendran mengatakan, bahwa hukuman mati terhadap seseorang dengan cacat mental atau intelektual apa pun melanggar hukum internasional.
Namun Kementerian Dalam Negeri Singapura menyatakan, bahwa Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Banding Singapura berpandangan bahwa tanggung jawab mental Nagaenthran atas pelanggarannya tidak terpengaruh secara signifikan.
Seruan untuk membatalkan hukuman mati juga disuarakan di Change,org, Hampir 20.000 orang telah menandatangani petisi online yang memohon kepada Presiden Singapura Halimah Yacob untuk memberi grasi pada Nagaenthran.