TEMPO.CO, Jakarta - Junta Myanmar pada Rabu kemarin tetap menolak akses utusan khusus ASEAN untuk bertemu mantan pemimpin Aung San Suu Kyi, menolak tekanan internasional untuk mematuhi rencana perdamaian regional yang disepakati pada bulan April.
Wakil Senior Jenderal Soe Win, komandan kedua junta Myanmar yang merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari, mengatakan mengizinkan orang asing mengakses seseorang yang didakwa melakukan kejahatan bertentangan dengan hukum dalam negeri.
"Saya percaya tidak ada negara yang akan mengizinkan siapa pun untuk melakukan di luar hukum yang ada seperti ini," katanya dalam pidato yang dipublikasikan di media pemerintah, dikutip dari Reuters, 4 November 2021.
Pernyataannya datang setelah KTT ASEAN minggu lalu yang tidak dihadiri Myanmar, sebagai protes atas pengecualian pemimpin junta Min Aung Hlaing karena tidak menghormati kesepakatan damai.
Junta militer menuduh ASEAN melanggar konsensus non-intervensi dan menolak untuk mengirim perwakilan.
Soe Win menolak tuduhan ketidakpatuhan dan mengatakan perjanjian April dengan ASEAN bergantung padanya mengingat "urusan internal Myanmar saat ini", dengan akses utusan ke negara itu "berdasarkan stabilitas internal".
Bantahan Soe Win disampaikan dalam rapat virtual auditor ASEAN pada Selasa.
Dia mengatakan tuntutan Myanmar yang dibuat pada KTT ASEAN pekan lalu "melanggar citra solidaritas ASEAN".
Myanmar telah dilumpuhkan oleh protes, pemogokan dan kekerasan sejak kudeta, dengan junta berjuang untuk memerintah dan menghadapi perlawanan bersenjata dari milisi dan pemberontak etnis minoritas yang bersekutu dengan pemerintah bayangan yang disebutnya "teroris".
Lebih dari 1.200 warga sipil telah dibunuh oleh pasukan keamanan, menurut kelompok pemantau lokal yang dikutip oleh PBB. Laporan itu dibantah oleh junta Myanmar.
Baca juga: Junta Myanmar Kerahkan Ribuan Buzzer Serang Pejuang Demokrasi di Medsos
REUTERS