TEMPO.CO, Jakarta - Ajakan menentang rezim militer pelaku kudeta di Sudan diserukan dari pengeras suara masjid, Selasa, 26 Oktober 2021.
Ajakan melakukan pemogokan umum ini menguar di udara, sehari setelah tentara merebut kekuasaan dengan kudeta pada Senin, 25 Oktober 2021, demikian dilaporkan Reuters.
Jalan-jalan di ibukota Khartoum diblokir oleh massa atau tentara. Begitu juga di kota kembarannya, Omdurman di seberang Sungai Nil. Perekonomian nyaris mati total.
Ini merupakan hari kedua unjuk rasa melawan rezim militer setelah pada Senin, tujuh orang tewas karena tindakan keras militer dalam membubarkan massa.
Gumpalan asap membubung di atas Khartoum dari ban yang dibakar oleh pengunjuk rasa. Kehidupan terhenti di ibu kota dan di kota kembarnya Omdurman di seberang Sungai Nil, dengan jalan-jalan diblokir baik oleh tentara atau oleh barikade pengunjuk rasa.
Malam tampaknya telah berlalu relatif tenang setelah kerusuhan Senin, ketika pengunjuk rasa turun ke jalan menentang penangkapan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan warga sipil lainnya di kabinet.
Pada hari Senin, pemimpin kudeta Jenderal Abdel Fattah al-Burhan membubarkan Dewan Kedaulatan militer-sipil yang dibentuk untuk membawa Sudan menuju demokrasi setelah penggulingan otokrat lama Omar al-Bashir pada April 2019.
Beberapa toko roti buka di Omdurman dengan orang-orang mengantri selama beberapa jam.
"Kami harus menanggung akibat dari krisis ini," kata seorang pria berusia 50-an yang mencari obat di salah satu apotek yang stoknya hampir habis. "Kami tidak dapat bekerja, kami tidak dapat menemukan roti, tidak ada layanan, tidak ada uang."
Di kota barat El Geneina, warga bernama Adam Haroun mengatakan ada pembangkangan sipil total, dengan sekolah, toko dan pompa bensin ditutup.
Protes jalanan besar terjadi di kota Atbara, Dongola, Elobeid dan Port Sudan, seperti terlihat dalam unggahan di media sosial.
Orang-orang meneriakkan "Jangan mendukung tentara, tentara tidak akan melindungi Anda."
Asosiasi Profesional Sudan, koalisi aktivis yang memainkan peran utama dalam pemberontakan untuk menggulingkan Bashir, telah menyerukan pemogokan.
Pemerintah Barat mengutuk kudeta, menyerukan pembebasan para pemimpin sipil yang ditahan dan mengancam akan menghentikan bantuan, yang dibutuhkan Sudan untuk pulih dari krisis ekonomi.
Amerika Serikat mengatakan akan segera menghentikan pengiriman $700 juta dalam bentuk dukungan darurat.
Setelah merdeka, Sudan hampir selalu di bawah pemimpin militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta. Bashir bahkan masuk daftar hitam terorisme AS karena menjamu Osama bin Laden pada 1990-an dan dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag karena kejahatan perang.
Sejak Bashir digulingkan, militer berbagi kekuasaan dengan sipil di bawah pemerintah transisi untuk menyiapkan pemilihan umum pada 2023. Negara itu berada dalam ketegangan sejak bulan lalu ketika sebuah kudeta gagal.