TEMPO.CO, Jakarta - Raksasa media sosial Facebook setuju membayar denda dan ganti rugi sebesar US$ 14,25 juta atau setara Rp 201 miliar untuk menyelesaikan klaim perdata pemerintah Amerika Serikat. Menurut pejabat AS, Facebook dihukum lantaran melakukan diskriminasi pekerja Amerika Serikat dan melanggar aturan perekrutan federal.
Dikutip dari Reuters, Facebook sepakat membayar denda sebesar US$ 4,75 juta ditambah pembayaran ganti rugi US$ 9,5 juta. Ganti rugi diberikan kepada korban yang memenuhi syarat dalam perekrutan.
Pembayaran denda diumumkan oleh Departemen Kehakiman dan Departemen Tenaga Kerja serta dikonfirmasi oleh Facebook. Gugatan dilayangkan oleh Departemen Kehakiman pada Desember tahun lalu.
Facebook disebut lebih mengutamakan tenaga kerja asing dibandingkan dari dalam negeri. Facebook memberikan preferensi perekrutan kepada pekerja sementara termasuk mereka yang memegang visa H-1B. Hal ini memungkinkan perusahaan mempekerjakan sementara pekerja asing. Visa semacam itu banyak digunakan oleh perusahaan teknologi.
Kristen Clarke, asisten jaksa agung AS untuk Divisi Hak Sipil Departemen Kehakiman, menyebut penyelesaian kasus hukum dengan Facebook adalah hal yang bersejarah. "Ini merupakan hukuman sipil terbesar yang pernah diperoleh Divisi Hak Sipil dalam 35 tahun sejarah ketentuan anti-diskriminasi Undang-Undang Keimigrasian dan Kebangsaan," kata Clarke.
Undang-undang imigrasi AS, menurut Clarke, melarang diskriminasi terhadap pekerja karena kewarganegaraan atau status imigrasi mereka.
Pemerintah AS menyatakan bahwa Facebook menolak untuk merekrut atau mempekerjakan pegawai dari Amerika Serikat untuk pekerjaan yang telah disediakan untuk pemegang visa sementara di bawah program sertifikasi tenaga kerja permanen atau PERM. Facebook juga dituduh melanggar peraturan rekrutmen peraturan.
Juru bicara Facebook menyatakan telah mencapai kesepakatan untuk mengakhiri litigasi yang sedang berlangsung. Namun Facebook menyangkal telah mennyalahi aturan. "Kami sangat yakin memenuhi standar pemerintah federal dalam praktik sertifikasi tenaga kerja permanen (PERM), namun kami telah mencapai kesepakatan untuk mengakhiri litigasi yang sedang berlangsung dan melanjutkan program PERM kami," katanya.
Facebook yang didirikan oleh Mark Zuckerberg itu sedang menghadapi kemarahan dari anggota parlemen AS. Sebabnya mantan karyawan perusahaan Frances Haugen menuduh Facebook mengambil keuntungan besar dan mengabaikan penggunanya.
Haugen telah menyerahkan ribuan dokumen kepada penyelidik kongres di tengah kekhawatiran bahwa Facebook membahayakan kesehatan mental anak-anak dan memicu perpecahan masyarakat akibat penggunaan media sosial tersebut.
Baca: Facebook Disebut Berencana Ganti Nama Pekan Depan
REUTERS
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.