Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pengungsi Afghanistan di Indonesia Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

Reporter

image-gnews
Bismillah Tahirzada, 24 tahun, pengungsi asal Afghanistan di Indonesia. Sumber: dokumen pribadi Bismillah Tahirzada
Bismillah Tahirzada, 24 tahun, pengungsi asal Afghanistan di Indonesia. Sumber: dokumen pribadi Bismillah Tahirzada
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Suara Bismillah Tahirzada dari ujung telepon terdengar parau saat menceritakan sulitnya hidup sebagai pengungsi. Tahirzada memulai perjalanan panjang sendirian sebagai pengungsi dari Afghanistan pada 2014 atau saat dia berusia 17 tahun.

Berbekal uang USD 9 ribu (Rp 127 juta) hasil menabung dan pinjaman dari abangnya, Tahirzada berharap bisa tiba di Australia dan membuka lembaran baru. Untuk sampai ke Negeri Kangguru itu, dia harus melewati Indonesia.

Akan tetapi siapa sangka, dia stuck di Indonesia sampai sekarang (7 tahun). Tahirzada bahkan tak tahu akan berapa lama lagi berada di Indonesia.

“Sudah 7 tahun lebih saya tidak ketemu keluarga. Selama ini cuma bertelepon. Terlalu sedih dan sulit hidup sebagai pengungsi,” kata Tahirzada kepada Tempo, Senin, 18 Oktober 2021.  

Tahirzada menceritakan, di Afghanistan angka kriminalitas tinggi dan setiap hendak keluar rumah, dia bahkan suka berfikir bisakah kembali ke rumah dengan aman.

Di Indonesia, Tahirzada mengontrak sebuah rumah Rp 1,3 juta per bulan dengan temannya di Cawang, Jakarta Timur. Sebab kamp pengungsi di Kalideres sudah penuh.

Dia memiliki kartu pengungsi dari UNHCR, namun kartu ini hanya membolehkannya melakukan perjalanan di wilayah Jabodetabek. Selainnya, tidak bisa.    

Sebagai pengungsi, Tahirzada hidup dalam lingkup yang terbatas. Sebab dia tidak memiliki hak untuk bekerja secara legal, tidak bisa membuka rekening di bank, tidak bisa membuat SIM, dan tidak bisa ke luar kota.

Hidup bagi Tahirzada sekarang ini seperti maju kena – mundur kena. Dia tidak bisa lagi pulang ke Afghanistan karena negara itu disebutnya tidak aman. Sebaliknya, dia juga belum bisa ditempatkan ke Australia karena Negeri Kangguru tersebut mengganti aturan soal penerimaan pengungsi sehingga proses pemindahan pengungsi ke negara ketiga itu membutuhkan waktu. Walhasil, Tahirzada masih stuck di Indonesia.  

“Saya memutuskan untuk keluar dari Afghanistan karena tidak ada harapan untuk tinggal di sana. Semua keluarga saya berlindung ke Iran. Mereka tidak bisa ke Afghanistan lagi, apalagi sekarang sudah dikuasai Taliban,” kata Tahirzada.

Ketimbang menangisi nasib, Tahirzada memilih bangkit. Dia belajar bahasa Inggris dan belajar bahasa Indonesia sehingga mulai banyak mendapat teman-teman Indonesia.

Yang paling penting, Tahirzada memberanikan diri membuka usaha keripik kentang agar dapurnya tetap ngebul. Tahirzada belajar membuat keripik kentang yang dinamainya Ashi Mashi, melalui YouTube dan Google. Dia ikut pula kursus cara membangun bisnis, lewat program pelatihan hasil kerja sama UNHCR, ILO bersama UNIKA Atmajaya dan Dompet Dhuafa.

Di tempat pelatihan tersebut, Tahirzada mempromosikan keripik kentang Ashi Mashi buatannya. Mereka yang membeli, lalu memberikan masukan dan reaksinya bagus. Dia pun didorong untuk melanjutkan usaha keripik kentang tersebut dan tidak menyerah.

Tahirzada menjelaskan modal membuat keripik kentang ini cuma Rp. 500 ribu, itu pun uangnya dibantu oleh seorang kawan. Akhir 2018, keripik kentang Ashi Mashi resmi meluncur di pasaran, yang bisa dibeli melalui Tokopedia dan Shopee.

Sayang, pandemi Covid-19 telah membuat penjualan keripik kentang Ashi Mashi terseok-seok. Dalam seminggu, paling hanya ada satu order yang masuk. Berbeda dengan kondisi sebelum terjadi wabah virus corona, yang setiap hari selalu ada order masuk.

   

Ini adalah pukulan telak bagi Tahirzada karena dia sudah lama tak menerima bantuan apapun dari Pemerintah Indonesia dan lembaga lainnya. Padahal saat yang sama dia harus membayar uang kontrakan dan biaya hidup.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Penurunan pembeli sampai 60 persen. Tapi sudah sebulan terakhir ini, penjualan agak naik. Setiap hari ada saja penjualan. Sebelum September 2021, seminggu paling cuma ada satu order masuk,” ujarnya.

Pada 2019 Tahirzada masuk dalam daftar orang yang berhak mendapat uang bantuan dari UNHCR sebesar Rp. 6 juta. Meski uang bantuan ini hanya sekali diterimanya, tetap saja Tahirzada merasa cukup beruntung. Pasalnya, Muhammad Saleh, 27 tahun, pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar yang berlindung di Medan, mengaku tak menerima bantuan ini.

Sebelumnya PBB di Jakarta dalam keterangan 15 Oktober 2021 menyebutkan, telah mengucurkan pendanaan sebesar USD 1,7 juta (Rp 23 miliar) melalui UN Multi-Partner Trust Fund / COVID-19 MPTF. Langkah ini sebagai respons sosial ekonomi inklusif PBB terhadap COVID-19 #PemulihanInklusif. 

Bekerja sama dengan Pemerintah dan mitra, PBB ingin memastikan kelompok rentan, termasuk para pengungsi yang ada di Indonesia agar tidak semakin tertinggal dan terpinggirkan dalam masyarakat dan pasar tenaga kerja.

Total ada 1.402 penerima manfaat sasaran melalui Covid-19 MPTF. Dari jumlah itu, 135 pengungsi mendapatkannya.

Data persebaran pengungsi di Indonesia sampai Agustus 2021 berdasarkan data UNHCR 

UNHCR dalam keterangan kepada Tempo, Kamis, 21 Oktober 2021, menjelaskan pandemi telah mendatangkan banyak tantangan bukan hanya bagi sebagian orang di Indonesia, tapi juga banyak orang di seluruh dunia, termasuk para pengungsi.

Covid-19 mempersulit kondisi para pengungsi, setelah sebelumnya susah mencari pekerjaan karena status mereka sebagai pengungsi dan kendala bahasa.

UNHCR terus melakukan upaya advokasi agar para pengungsi bisa memiliki akses terhadap hak-hak dasar mereka, termasuk di dalamnya akses ke kesehatan, edukasi, pemberdayaan, dan sumber pencaharian.

Bukan hanya itu, UNHCR juga telah memberikan bantuan hak-hak pengungsi untuk menutup biaya kebutuhan mendasar (basic needs). Namun bantuan ini diakui Julia Zajkowski, Senior Protection Officer UNHCR, jelas tidak cukup. Walhasil, pihaknya mengucurkan bantuan lagi, yang kali ini fokusnya pada kelompok yang paling rentan.

Menurut Zajkowski, pengungsi harus dijaga hak dan martabatnya, diberikan ide pengembangan bisnis, misalnya di bidang kerajinan tangan, e-commerce dan usaha catering makanan khas asal negara mereka atau e-farming. Dengan begitu, mereka bisa berkontribusi pula pada ekonomi lokal.   

Zajkowski meyakinkan, pihaknya terus berusaha membantu para pengungsi. Kementerian Kesehatan RI pada 27 September 2021 lalu telah membuka akses suntik vaksin virus corona untuk pengungsi.

Sekitar 30 persen anak pengungsi sudah mengikuti pendidikan di sekolah umum. Sedangkan untuk akses mendapatkan pekerjaan secara legal, diakui Zajkowski belum ada kerangka hukumnya bagi pengungsi di Indonesia soal ini. UNHCR masih mengusahakannya meski tanpa kerangka hukum, mengingat banyak sekali potensi.

“Ada banyak yang bisa dilakukan pengungsi untuk berkontribusi pada perekonomian. Kami sedang usahakan ini,” pungkasnya. #PemulihanInklusif 

Baca juga: PBB Buat Program untuk Bantu Kelompok Rentan Hadapi Pandemi

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pengungsi Rohingya Mendarat Kembali di Aceh, Dari Mana Etnis Rohingya dan Kenapa Mengungsi?

3 hari lalu

Pengungsi Rohingya Mendarat Kembali di Aceh, Dari Mana Etnis Rohingya dan Kenapa Mengungsi?

Diskriminasi terhadap etnis Rohingya membuat Rohingnya melarikan diri dari Myanmar dan dikenal sebagai boat people atau manusia perahu


Ratusan Pengungsi Rohingya Disebut Sedang Berlayar ke Indonesia

3 hari lalu

Ratusan Pengungsi Rohingya Disebut Sedang Berlayar ke Indonesia

Pengungsi Rohingya memilih berlabuh di Indonesia karena lebih mudah mendapat tempat tinggal.


Gencatan Senjata, Truk-truk Bantuan Bahan Bakar Mulai Masuk ke Gaza

4 hari lalu

Sebuah truk bantuan tiba di fasilitas penyimpanan PBB ketika konflik antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas berlanjut, di Jalur Gaza tengah 21 Oktober 2023. REUTERS/Mohammed Salem
Gencatan Senjata, Truk-truk Bantuan Bahan Bakar Mulai Masuk ke Gaza

Truk-truk yang membawa bahan bakar mulai memasuki Jalur Gaza dari Mesir, setelah gencatan senjata mulai berlaku


Bahlil Minta Masyarakat Papua Sadar Diri atas Kebaikan Jokowi

6 hari lalu

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia ketika ditemui di sela acara BNI Investor Daily Summit 2023 di Kawasan Senayan Jakarta, Rabu, 25 Oktober 2023. TEMPO/Riri Rahayu
Bahlil Minta Masyarakat Papua Sadar Diri atas Kebaikan Jokowi

Bahlil mengatakan atas kebaikan Presiden Jokowi dengan menghadiri acara itu meminta masyarakat untuk sadar diri.


Hindari Makanan dan Minuman Ini jika Ingin Tidur Nyenyak

6 hari lalu

Ilustrasi perempuan tidur. Foto: Freepik.com
Hindari Makanan dan Minuman Ini jika Ingin Tidur Nyenyak

Memilih makanan dan minuman yang bijaksana menjelang tidur dapat membantu Anda mendapatkan tidur yang lebih berkualitas


Indonesia AID Kirim Bantuan Medis Senilai Rp 31,9 Miliar ke Palestina

8 hari lalu

Kotak-kotak berisi pasokan kemanusiaan dari Indonesia untuk warga Palestina, berada di atas truk saat akan diperiksa oleh tentara Israel sebelum masuk ke Gaza di perbatasan Nitzana di Israel 9 November 2023. REUTERS/Evelyn Hockstein
Indonesia AID Kirim Bantuan Medis Senilai Rp 31,9 Miliar ke Palestina

Bantuan untuk penduduk Palestina berupa kebutuhan medis seperti obat-obatan dan peralatan kesehatan.


Wamenlu: Obat dan Alat Kesehatan Paling Dibutuhkan Warga Gaza

8 hari lalu

Kotak-kotak berisi pasokan kemanusiaan dari Indonesia untuk warga Palestina, berada di atas truk saat akan diperiksa oleh tentara Israel sebelum masuk ke Gaza di perbatasan Nitzana di Israel 9 November 2023. REUTERS/Evelyn Hockstein
Wamenlu: Obat dan Alat Kesehatan Paling Dibutuhkan Warga Gaza

UNRWA (badan PBB untuk pengungsi Palestina) menyebut obat dan alat kesehatan menjadi bantuan yang paling dibutuhkan warga Gaza


Israel Serang Sekolah PBB, UNRWA: Tidak Ada Tempat Aman di Gaza

10 hari lalu

Seorang anak perempuan Palestian barada di depan sekolah UNRWA saat menunggu masuk kelas pada hari pertama masuk sekolah di kota Gaza. 29 Agustus 2018.  AP
Israel Serang Sekolah PBB, UNRWA: Tidak Ada Tempat Aman di Gaza

Meskipun terjadi serangan terhadap gedung-gedungnya, UNRWA tidak berniat meninggalkan Gaza.


Israel Bombardir Sejumlah Sekolah PBB di Gaza, Sedikitnya 70 Orang Tewas

10 hari lalu

Seorang pria Palestina menggendong seorang anak tewas yang ditemukan dari reruntuhan selama operasi pencarian dan penyelamatan di lokasi serangan Israel di sebuah bangunan tempat tinggal, di tengah Jalur Gaza, 31 Oktober 2023. Pada Minggu sore, serangan udara Israel menghantam beberapa rumah di dekat sebuah sekolah di kamp pengungsi Bureji di Gaza tengah, menewaskan sedikitnya 13 orang. REUTERS/Ahmed Zakot
Israel Bombardir Sejumlah Sekolah PBB di Gaza, Sedikitnya 70 Orang Tewas

Setidaknya 50 orang tewas ketika pasukan Israel menyerang Sekolah al-Fakhoora, Jabalia, utara Gaza


Finlandia Tutup Perbatasan dengan Rusia untuk Hentikan Pengungsi

10 hari lalu

Penumpang bus dari Rusia ke Finlandia menuju kontrol perbatasan di pos pemeriksaan perbatasan Vaalimaa di Virolahti, Finlandia, pada 23 September 2022. Tiket penerbangan keluar dari Rusia juga ludes dipesan setelah pengumuman mobilisasi militer parsial. Lehtikuva/Sasu Makinen via REUTERS
Finlandia Tutup Perbatasan dengan Rusia untuk Hentikan Pengungsi

Finlandia menutup empat penyeberangan di perbatasannya dengan Rusia untuk menghentikan aliran pencari suaka