TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Presiden Amerika Serikat Donald Trump menggugat Komite Dewan Perwakilan Rakyat AS yang menyelidiki serangan ke Gedung Capitol AS pada 6 Januari lalu. Dia mengklaim Komite sengaja membuat permintaan ilegal untuk catatan di Gedung Putih selama ia menjabat sebagai presiden.
Trump mengajukan gugatan di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Columbia. Dia mengatakan bahwa materi yang dicari oleh komite DPR tercakup dalam doktrin hukum yang dikenal sebagai hak istimewa eksekutif. Hak istimewa ini melindungi kerahasiaan beberapa komunikasi di Gedung Putih.
"Permintaan Komite belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak terikat tujuan legislatif yang sah," tulis pengacara Donald Trump Jesse Binnall dalam gugatan itu.
Anggota komite Liz Cheney, seorang Republikan dari Wyoming, dan Bennie Thompson, seorang Demokrat dari Mississippi, mengatakan gugatan Trump adalah upaya untuk menunda dan menghalangi penyelidikan.
Ratusan pendukung Donald Trump menyerbu Gedung Capitol pada 6 Januari 2021. Penyerbuan itu adalah upaya untuk mencegah anggota parlemen mengesahkan kemenangan pemilihan Joe Biden sebagai presiden AS. Lebih dari 600 orang menghadapi tuntutan pidana akibat penyerbuan tersebut.
Trump dimakzulkan oleh DPR yang dipimpin Demokrat atas tuduhan menghasut serangan terhadap Capitol. Namun dia dibebaskan oleh Senat.
Awal bulan ini Presiden Amerika Serikat Joe Biden memberi wewenang kepada Arsip Nasional untuk menyerahkan sejumlah dokumen awal yang diminta oleh komite. Dokumen tersebut akan diserahkan oleh pihak Arsip Nasional bulan depan.
Komite telah memanggil pejabat lain termasuk mantan pejabat Departemen Kehakiman Jeffrey Clark, mantan kepala staf Trump Mark Meadows, wakil kepala staf Dan Scavino dan mantan pejabat Departemen Pertahanan Kash Patel.
Baca: Donald Trump Pertama Kalinya Tak Masuk Daftar 400 Orang Terkaya AS
REUTERS