TEMPO.CO, Jakarta - Kemiskinan membuat sejumlah orangtua di Afghanistan gelap mata. Beberapa terpaksa menjual anaknya agar bisa bertahan hidup.
Dilansir dari Wall Street Journal, seorang pembersih rumah di Afghanistan barat bernama Saleha, menjual putrinya yang berusia 3 tahun kepada seorang pria. Saleha tak mampu membayar utangnya kepada pria itu sebesar US$ 550. Saleha, 40, menerima upah 70 sen sehari sedangkan suaminya tidak bekerja.
"Jika hidup terus mengerikan seperti ini, saya akan membunuh anak-anak dan saya sendiri," kata Saleha. "Aku bahkan tidak tahu apa yang akan kami makan malam ini."
Khalid Ahmad, pemberi pinjaman, mengatakan bahwa dia harus menerima gadis berusia 3 tahun itu untuk melunasi utangnya. "Saya juga tidak punya uang. Mereka belum membayar saya kembali," katanya. "Jadi tidak ada pilihan selain mengambil putrinya."
Bulan lalu, Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB mengingatkan bahwa Afghanistan menuju kemiskinan yang parah menyusul berkuasanya kembali Taliban di negara tersebut. Dalam setahun tingkat kemiskinan di Afghanistan akan mencapai 97 persen atau 98 persen, menurut Kanni Wignaraja, Direktur UNDP Asia-Pasifik.
Taliban kembali menguasai Afghanistan setelah Presiden Joe Biden menarik pasukan Amerika Serikat dari negara tersebut. Taliban kemudian mengganti nama negara menjadi Imarah Islam Afghanistan dan menerapkan hukum Islam.
Menurut Wignaraja, sebelum Taliban berkuasa dalam dua dekade terakhir, kondisi ekonomi Afghanistan membaik. Namun kini runtuh dalam sekejap.
Amerika Serikat berupaya membatasi sumber daya Taliban dengan membekukan hampir US$ 10 miliar cadangan di bank sentral negara. Langkah itu telah dikritik sebagai salah arah.
Baca: Taliban Janjikan Murid dan Guru Perempuan Segera Bisa Kembali ke Sekolah
BUSINESS INSIDER