TEMPO.CO, Jakarta - La Trobe University, Melbourne menutup program Bahasa Indonesia pada akhir 2020 lalu. Universitas mengemukakan alasannya karena situasi ekonomi akibat Covid-19 dan menurunnnya jumlah siswa internasional. Namun, penutupan ini juga merupakan akibat dari kurangnya dukungan pemerintah federal dan negara bagian untuk humaniora dan bahasa-bahasa Asia.
Menurut Melissa Crouch dalam tulisannya, Closure of Indonesian language programs in Australian universities will weaken ties between the two countries di kanal The Conversation, Universitas Australia akan kehilangan aset akademik dan budaya yang penting dengan penutupan program Bahasa Indonesia ini.
Universitas membangun profil mereka di kawasan ini melalui pakar akademis yang mengajar dan meneliti tentang budaya, sejarah, ekonomi, dan masyarakat Indonesia. “Sementara itu, lulusan universitas Australia yang telah mempelajari bahasa dan budaya Indonesia merupakan duta sosial, budaya, dan ekonomi terbaik kami untuk Indonesia,” tulisnya.
Menurut Melissa, keputusan setiap universitas menutup program tersebut adalah keputusan yang bodoh dan picik. Menurutnya, Sebagai seorang dosen, sangat frustasi untuk menemukan mahasiswa yang sangat ingin terlibat dengan Indonesia, tetapi tidak memiliki kesempatan untuk belajar bahasa ini.
Beberapa mahasiswa dapat mengambil mata kuliah alternatif oleh Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS), yang memberikan kesempatan untuk belajar di Indonesia. Antusiasme dan momentum yang diperoleh mahasiswa setelah mengikuti ACICIS dan kemudian kembali ke Australia, sering kali tampak memudar karena kurangnya kesempatan untuk melanjutkan pembelajaran bahasa mereka di kampus.
Lebih lanjut, penutupan program Bahasa Indonesia menunjukkan kurangnya visi dan kepemimpinan dari pihak manajemen universitas Australia. Ini juga menunjukkan bahwa insentif saat ini dari pemerintah Australia bagi universitas untuk mempertahankan pengajaran bahasa (sejauh ini) tidak mencukupi.
Perjanjian pendanaan di bawah Commonwealth Grant Scheme pemerintah federal juga mengharuskan universitas untuk berkonsultasi dengan menteri pendidikan Australia tentang keputusan apa pun untuk menutup program bahasa ini. Terlepas dari kesepakatan ini, pemerintah menunjukkan sedikit minat untuk mencegah universitas menutup program bahasa yang penting dan mempertahankan ikatan budaya dengan Indonesia.
“Tahun ini, kami telah melihat Universitas Teknologi Swinburne menutup program bahasa Cina dan Jepangnya. Kini, La Trobe telah memutuskan untuk menutup programnya di Indonesia, menyusul keputusan serupa oleh Western Sydney University,” tulisnya.
Seperti yang diketahui, jumlah mahasiswa Indonesia di Australia terhitung cukup massif jumlahnya. Menurut Melissa, dengan melakukan hal tersebut dapat membantu menjalin hubungan yang memperkuat hubungan antara kedua negara
“Ketika universitas membatalkan program bahasa mereka, mereka mengabaikan peran kelembagaan penting mereka dalam mempromosikan keterlibatan mendalam dengan Indonesia. Dalam jangka panjang, hubungan Australia - Indonesia akan menderita karenanya,” kata Melissa.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Bahasa Indonesia jadi Bahasa Resmi di Vietnam dan Bahasa Wajib Tentara Kamboja