TEMPO.CO, Jakarta - Satu kasus Ebola terkonfirmasi di wilayah timur Republik Demokratik Kongo pada Jumat, 7 Oktober 2021. Menteri Kesehatan Kongro Jean Jacques Mbungani mengatakan kasus ini adalah yang pertama setelah lima bulan wabah Ebola dinyatakan berakhir di Kongo.
Masih belum diketahui apakah kasus ini terkait dengan kasus pada 2018 – 2020, yang menewaskan lebih dari 2.200 orang di timur Kongo. Ebola telah menjadi wabah yang paling mematikan kedua di Kongo, yang pada tahun ini total enam orang meninggal karena Ebola.
Seorang wanita pingsan setelah bayinya meninggal karena dugaan virus Ebola di Oicha, Provinsi Kivu Utara Republik Demokratik Kongo, 6 Desember 2018. Terlambatnya penanganan wabah Ebola di Kongo terbentur dengan adanya konflik membuat sejumlah tim medis selalu dihadang oleh pemberontak. REUTERS/Goran Tomasevic
Menteri Kesehatan Mbungani mengatakan pasien yang positif tertular virus Ebola itu adalah seorang balita laki-laki, 3 tahun, yang tinggal di wilayah timur Kota Beni, Kongo. Kota itu adalah salah satu episentrum wabah Ebola pada 2018 – 2020. Balita 3 tahun tersebut meninggal pada Rabu, 6 Oktober 2021.
Sekitar 100 orang sudah melakukan kontak dengan balita tersebut. Mereka akan dipantau untuk melihat apakah mereka mengalami gejala tertular virus Ebola.
Sebuah laporan labolatorium internal di Kongo menyebut ada tiga balita di wilayah tetangga Beni, mengalami gejala seperti tertular virus Ebola pada bulan lalu. Tiga balita tersebut sudah meninggal, tanpa sempat menjalani tes virus corona.
Diantara gejala tertular virus Ebola adalah muntah dan diare. Virus mematikan ini, menular melalui kontak dari cairan tubuh. Virus Ebola ditemukan di hutan katulistiwa dekat sungai Ebola pada 1976.
“Kami bersyukur sudah punya pengalaman menangani wabah virus Ebola berdasarkan epidemi sebelumnya. Kami yakin, tim-tim akan menangani wabah ini sesegera mungkin,” kata Menteri Kesehatan Mbungani.
Baca juga: Puluhan Pegawai WHO Terlibat dalam Pelecehan Seksual di Kongo
Sumber: Reuters