TEMPO.CO, Jakarta - Murid perempuan sekolah menengah di Afghanistan menunggu dalam ketidakpastian kapan Taliban mengizinkan mereka kembali ke sekolah.
Setelah sebulan lebih berkuasa, Taliban baru membuka sekolah menengah untuk murid laki-laki, sementara murid perempuan dibiarkan tinggal di rumah.
Dua minggu sejak anak laki-laki kelas enam ke atas disuruh kembali ke sekolah, pemerintah mengatakan sedang berupaya untuk memungkinkan anak perempuan melakukan hal yang sama.
Murid perempuan sekolah dasar lebih beruntung karena mereka sudah boleh kembali ke sekolah.
"Permintaan saya kepada Imarah Islam adalah agar anak perempuan diizinkan pergi ke sekolah," kata Marwa, seorang siswi di Kabul, menggunakan istilah yang digunakan Taliban untuk menggambarkan pemerintahan mereka.
"Juga guru (perempuan) harus diizinkan pergi ke sekolah dan mengajar anak perempuan. Saya bermimpi menjadi dokter top untuk melayani rakyat saya, negara saya, dan keluarga saya dan bekerja di masyarakat, tetapi sekarang tidak jelas seperti apa masa depan saya," katanya.
Masalah ini menjadi semakin penting karena seluruh dunia, yang bantuannya sangat dibutuhkan Afghanistan, mencoba untuk mengukur apakah pemerintah baru Taliban akan memberikan kebebasan yang lebih besar kepada perempuan dan anak perempuan daripada terakhir kali mereka berkuasa tahun 2001.
"Kementerian Pendidikan bekerja keras untuk menyediakan dasar bagi pendidikan gadis sekolah menengah sesegera mungkin," kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid pada konferensi pers, 21 September 2021, seperti dilaporkan Reuters.
Kementerian itu mengeluarkan pernyataan di halaman Facebook-nya pada 24 September bahwa belum ada keputusan tentang kapan anak perempuan dapat pergi ke sekolah, tetapi masalah ini sedang dicarikan jalan keluarnya.
Sejumlah pelajar sekolah dasar bermain disela istirahat saat bersekolah di Kabul, Afghanistan, 18 September 2021. WANA (West Asia News Agency) via REUTERS
Tingkat pendidikan dan melek huruf anak perempuan masih relatif rendah menurut standar dunia dan jauh di bawah tingkat anak laki-laki, namun meningkat tajam setelah pemerintah Taliban digulingkan oleh AS setelah serangan 11 September 2001.
Pejabat asing dan aktivis hak asasi manusia termasuk Kepala HAM PBB Michelle Bachelet dan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Malala Yousafzai telah memperingatkan bahwa salah satu keuntungan sosial terbesar dalam 20 tahun terakhir berada di bawah ancaman.
Menghadapi krisis ekonomi yang berpotensi menimbulkan bencana yang akan membutuhkan bantuan luar negeri dalam jumlah besar, Taliban mencoba menampilkan wajah damai karena berusaha untuk mendapatkan pengakuan internasional untuk pemerintahnya.
Para pejabat Afghanistan mengatakan mereka tidak akan mengulangi aturan keras pemerintah Taliban sebelumnya yang digulingkan pada 2001, denganb melarang sebagian besar pendidikan anak perempuan dan melarang perempuan keluar di depan umum tanpa wali laki-laki.
Mereka mengatakan semua hak untuk perempuan dan anak perempuan akan dijamin sesuai dengan hukum Islam. Tetapi mereka belum mengatakan kapan dan dalam kondisi apa sekolah untuk perempuan akan diizinkan untuk dibuka kembali.
“Jika saudara-saudara Taliban kami ingin pemerintahan mereka stabil dan masyarakat internasional mengakuinya, menurut syariah, mereka harus mengizinkan anak perempuan untuk belajar,” kata Shaima Samih, seorang guru matematika berusia 57 tahun dari Kabul.