TEMPO.CO, Jakarta - Seorang mantan sersan tentara yang dipecat karena menolak vaksinasi Covid-19, mengajukan gugatan untuk membatalkan keputusan pihak berwenang itu.
Dalam permohonannya yang diajukan di Pengadilan Kuala Lumpur, Rabu, 29 September 2021, Wan Ramli Wan Seman juga menuntut penghentian dini pada 4 Agustus 2021 batal demi hukum dan tidak berlaku.
Free Malaysia Today melaporkan bahwa pemohon, yang berada di batalyon ke-24 Resimen Tentara Diraja Malaysia berbasis di Kamp Rasah di Negeri Sembilan, diberhentikan setelah 19 tahun bertugas.
Dia juga kehilangan hak pensiun, yang sebenarnya bisa dia dapatkan dalam 16 bulan lagi.
Gugatan Wan Ramli, 39 tahun, ditujukan terhadap Letkol Sharull Hesham Md Yasin, Letnan Mohamad Azammunir Mohd Ashri, Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Zamrose Mohd Zain, Angkatan Bersenjata dan pemerintah.
Dalam surat pernyataan mendukung tindakannya yang dilihat oleh FMT, Wan Ramli, yang tinggal di Seremban, mengatakan dia tidak memiliki catatan pelanggaran disiplin.
Sebagai warga negara dan anggota Angkatan Bersenjata Malaysia, Wan Ramli mengatakan haknya berdasarkan Pasal 5(1) dan 8(1) Konstitusi Federal telah dilanggar.
Karena pemecatan secara tidak hormat, dia mengatakan bahwa dia telah kehilangan haknya atas pensiun berdasarkan Pasal 147 yang merupakan hak milik yang dilindungi oleh Pasal 13(1).
Wan Ramli sebenarnya baru pensiun pada 20 Januari 2023, tetapi diberhentikan bulan lalu karena empat pelanggaran berdasarkan Undang-Undang Angkatan Bersenjata 1972.
Surat gugatan itu menyatakan bahwa Sharull adalah komandan batalyon ke-24, sedangkan Azammunir adalah perwira yang menandatangani surat penghentian Wan Ramli.
Keduanya berada di bawah pengawasan, kendali, pengarahan dan administrasi hukum dan kebijakan dari tiga tergugat lainnya.
Pada 3 Juli lalu, Wan Ramli mendapat instruksi untuk melakukan vaksinasi Covid-19 di Pusat Perubatan Angkatan Tentera di Kamp Rasah.
Namun, ia menggunakan hak konstitusionalnya dan memilih untuk tidak divaksinasi.
Menyusul penolakan tersebut, ia diinterogasi oleh komandan kompi Mayor Noor Azlan, Sharull, ajudan, seorang dokter dan seorang ustaz.
“Selama interogasi itu, saya mendapat tekanan yang luar biasa dan dimarahi oleh beberapa petugas karena menolak divaksinasi,” katanya.
Pada 10 Juli, Wan Ramli didakwa, antara lain, tidak mematuhi perintah untuk divaksinasi dan menggunakan bahasa yang mengancam atau tidak sopan kepada atasan.
Pada 3 Agustus, dia diberitahu bahwa perintah pemberhentian barunya berlaku mulai 26 Agustus 2021.
Wan Ramli juga meminta untuk diadili di pengadilan militer tetapi ditolak oleh Sharull, yang menurutnya merupakan penyangkalan terhadap keadilan prosedural.