TEMPO.CO, Jakarta - Komisi tinggi PBB untuk HAM pada Kamis, 23 September 2021, memperingatkan bencana HAM di bawah pemerintahan Myanmar yang sekarang dikendalikan oleh militer. Lembaga tersebut mendesak komunitas internasional agar melakukan lebih banyak upaya pencegahan sehingga konflik tidak semakin memburuk.
“Konsekuensi nasional mengerikan dan tragis, konsekuensi kawasan juga bisa sangat besar. Komunitas internasional harus meningkatkan sampai dua kali lipat upaya mereka untuk memulihkan demokrasi dan mencegah konflik meluas sebelum semua terlambat,” kata Michelle Bachelet.
Kepala Badan HAM PBB, Michelle Bachelet. Reuters
Myanmar bergejolak sejak militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari 2021. Kudeta militer ini sama dengan mengakhiri satu dekade demokrasi di Myanmar yang sedang berjalan. Ada kemarahan dari dalam negeri dan luar negeri atas kembali berkuasanya militer Myanmar.
Data PBB memperlihatkan, ada lebih dari 1.120 orang tewas di Myanmar sejak kudeta militer. Dari jumlah tersebut, banyak yang tewas selama bentrok dengan pasukan keamanan dalam unjuk rasa pro-demokrasi. Dalam aksi itu, ribuan orang ditahan.
Menurut Bachelet, tentara Myanmar telah menggunakan senjata dalam melawan warga sipil. Mereka melakukan serangan udara dan artileri tanpa pandang bulu.
Media di Myanmar melaporkan adanya kematian akibat kekerasan di setidaknya lima wilayah berbeda dan negara bagian pada Kamis, 23 September 2021. Dalam kekerasan itu, ada bom molotov yang dilontarkan oleh militan yang bersekutu dengan pemerintah bayangan, yang pada bulan ini menyerukan agar masyarakat melawan pemerintah Junta.
Baca juga: Sidang PBB, Jokowi Bicara Marginalisasi Perempuan di Afghanistan hingga Myanmar
Sumber: Reuters