TEMPO.CO, Jakarta - Seorang hakim di Washington D.C pada Rabu, 22 September 2021, mengkritik Facebook karena gagal mentransfer informasi ke penyidik yang sedang mengupayakan eksekusi hukum terhadap Myanmar atas kejahatan internasional pada etnis minoritas Rohingya.
Hakim tersebut pun memerintahkan Facebook agar mau memberikan catatan akun-akun yang terkait dengan kekerasan anti-Rohingya di Myanmar, yang telah diblokir oleh Facebook. Hakim menolak argumen Facebook, yang ingin melindungi privacy.
Pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di pesisir Kuala Simpang Ulim memperlihatkan kartu identitas yang dikeluarkan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) saat pendataan di Aceh Timur, Aceh, Sabtu, 5 Juni 2021. Sebanyak 81 pengungsi dari suku Rohingya yang terdampar pada 4 Juni lalu hingga saat ini masih ditempatkan di pulau Idaman sebelum direlokasi ke tempat lain. ANTARA FOTO / Irwansyah Putra
Facebook menolak merilis data karena itu sama dengan melanggar hukum Amerika Serikat yang melarang layanan jasa komunikasi elektronik mempublikasi komunikasi para pengguna.
Akan tetapi, hakim berpandangan unggahan-unggahan di Facebook yang di delete, tidak masuk dalam kategori yang dimaksud dalam hukum tersebut. Tidak membagi konten yang diminta otoritas, bisa memperparah targedi yang menimpa etnis Rohingya.
“Facebook menggunakan jubah hak-hak privacy yang penuh dengan ironi. Situs – situs berita menuliskan sejarah skandal privacy Facebook yang kotor,” kata hakim di Washington D.C.
Juru bicara Facebook mengatakan pihaknya telah mengevaluasi keputusan perusahaan. Facebook sebenarnya sudah secara sukarela dan sah mengungkap data-data ke sebuah badan PBB, yang secara independen menginvestigasi kasus pembantaian etnis Rohingya di Myanmar.
Lebih dari 730 ribu etnis Rohingya pada 2017, melarikan diri dari negara bagian Rakhine di Myanmar setelah meletupnya pembantaian oleh militer negara itu. Para pengungsi Rohingya mengatakan telah terjadi pembantaian massal dan perkosaan.
Kelompok – kelompok HAM mendokumentasikan pembunuhan warga sipil ini dan pembakaran desa-desa tempat tinggal etnis Rohingya. Otoritas Myanmar menyatakan yang mereka lakukan adalah memberantas sebuah pemberontakan dan menyangkal adanya kekejaman sistematis.
Baca juga: Militer Myanmar Bebaskan Wirathu, Biksu anti-Muslim Rohingya
Sumber: Reuters