TEMPO.CO, Jakarta - Hubungan Indonesia-Malaysia kerap diwarnai ketegangan. Meski serumpun dan punya etnisitas yang sama, yakni Melayu, namun relasi Indonesia-Malaysia sering dibumbui perseteruan yang pasang dan surut.
Tentu saja dimulai ketika era Presiden Sukarno dengan slogan ganyang Malaysia, konflik perbatasan dan perebutan pulau Sipadan dan Ligitan beberapa tahun lalu. Sentimen itu bahkan merembet hingga pertandingan Sepak Bola dan Bulu Tangkis yang mempertemukan tim dari dua negara.
Fenomena yang sudah berlangsung lama, dan kerap naik menjadi isu politik yang memanas, mendorong sejumlah mahasiswa UGM meneliti sentimen negatif pada hubungan Indonesia-Malaysia.
Mahasiswa UGM tersebut tergabung dalam tim PKM-RSH di bawah bimbingan Dr. Aprillia Firmonasari, S.S., M.Hum., DEA. Mereka terdiri dari Absherina Olivia Agatha mahasiswa Antropologi Budaya, Adinda Dwi Safira (Antropologi Budaya), Riqko Nur Ardi Windayanto (Bahasa dan Sastra Indonesia), dan Arif Akbar Pradana (Ilmu Sejarah).
Melansir dari laman ugm.ac.id, Riqko menjelaskan penelitian ini dilakukan dengan melihat adanya sentimen negatif yang sering terjadi dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Berdasarkan hasil penelusuran melalui Google Trends, sentimen negatif kedua negara terus meningkat selama lima tahun terakhir (2016—2021).
Beberapa ujaran sentimen yang muncul di antaranya adalah indon, indonesial, malingsial, ganyang Malaysia, dan sebagainya. Hal tersebut pun menjadi perhatian karena kedua negara ini serumpun.
Tim ini melakukan penelitian dengan metode etnografi terbaru, yakni netnografi. Mereka mengobservasi dan menelusuri media-media sosial dengan analisisi sosial media, salah satunya adalah Twitter.
Selain itu, mereka menggunakan kuesioner daring dan wawancara terhadap warga negara Indonesia di Malaysia dan warga negara Malaysia di Indonesia.
Hasilnya menunjukkan bahwa ada tarik-ulur antara sentimen negatif dengan media. Riqko menyebutkan, sentimen negatif bukanlah permasalahan yang tiba-tiba muncul.
Selain ditemukan di media sosial, media massa secara tidak langsung juga melanggengkan sentimen negatif. Pasalnya, banyak berita yang menggunakan frasa ganyang Malaysia untuk judul sebuah berita.
Menurut Riqko, di situ terjadi nasionalisme semu, yakni rasa kebangsaan yang dilandasi oleh konflik. Tak hanya itu, konflik dua negara di masa lalu juga menjadi penyebabnya.
Melalui temuannya, penelitian ini menawarkan gagasan rekonsiliasi budaya. Menurut tim ini, budaya harus dijadikan alat untuk memperbaiki hubungan kedua negara. Sehingga tidak hanya bergantung pada upaya politik-diplomatik.
Rekonsiliasi budaya ini dilakukan dengan mengacu pada konsep negara serumpun. Dalam praktiknya, penelusuran kesamaan budaya dan internalisasi konsep serumpun dapat dilakukan.
Selain menjadi bagian dari PKM-RSH, penelitian tim mahasiswa UGM ini juga akan dipresentasikan pada konferensi nasional November 2021 mendatang. Konferensi tersebut diselnggarakan oleh Tular Nalar.
M. RIZQI AKBAR
Baca juga: Mahasiswa UGM Ciptakan Boks Penyimpan Vaksin, Ringan dan Mudah Dibawa