TEMPO.CO, Jakarta - Kaum sekuler Turki mengkritik acara pembukaan kompleks pengadilan baru oleh Presiden Erdogan pada awal September karena ditutup dengan doa agama Islam, mengatakan tindakan itu bertentangan dengan konstitusi sekuler Turki.
"Jadikan karya luar biasa ini bermanfaat dan diberkati bagi bangsa kita, ya Allah," kata ulama Turki Ali Erbas dalam pidatonya, mengatalam bahwa banyak hakim telah "bekerja untuk menegakkan keadilan yang diperintahkan Allah".
Penampilan Erbas pada upacara 1 September di Ankara itu, mencerminkan profilnya yang meningkat sebagai kepala organisasi keagamaan yang dikelola negara dan pengaruh yang berkembang yang telah dicapai di bawah Presiden Erdogan.
Presiden Erdogan, yang memipin Partai AK pada politik Islam, telah melonggarkan pembatasan agama selama puluhan tahun oleh pendiri Turki modern Mustafa Kemal Ataturk. Dia kembali menempatkan Islam di panggung utama dalam kehidupan politik Turki.
Presiden Turki Tayyip Erdogan dan Kepala Direktorat Urusan Agama Turki Ali Erbas berdoa saat mereka berdiri di samping Presiden Pengadilan Kasasi Mehmet Akarca selama upacara pembukaan gedung pengadilan tinggi di Ankara, Turki, 1 September 2021. [Murat Cetinmuhurdar/Kantor Pers Kepresidenan/Handout via REUTERS]
Tahun lalu Erbas menyampaikan khotbah pertama di Hagia Sophia di Istanbul setelah gereja Bizantium yang diubah menjadi museum, dalihfungsikan menjadi masjid. Dia melakukannya sambil menggenggam pedang, mengatakan ini adalah tradisi bagi para khotib di masjid-masjid yang diambil dengan penaklukan. Gereja itu direbut oleh pasukan Utsmaniyah pada tahun 1453.
Dikutip dari Reuters, 22 September 2021, Diyanet atau Direktorat Urusan Agama yang dikelola negara, memiliki saluran televisi sendiri yang merekrut 30 staf baru. Anggarannya, yang sudah menyamai anggaran kementerian rata-rata, akan naik seperempat tahun depan menjadi 16,1 miliar lira, menurut data pemerintah.
Erdogan lebih lanjut mendukung Erbas pekan lalu dengan memperpanjang masa jabatannya di Diyanet. Dia bersama Erdogan pada Senin kembali membacakan doa pada pembukaan gedung pencakar langit yang akan menampung diplomat Turki di New York.
Musuh politik Erdogan mengatakan profil Erbas yang berkembang bertentangan dengan konstitusi sekuler Republik Turki, dan menunjukkan presiden menggunakan agama Islam untuk meningkatkan citranya yang semakin menurun menjelang pemilu 2023.
"Sama sekali tidak dapat diterima jika Direktorat Urusan Agama digunakan secara politis oleh AKP," kata Bahadir Erdem, wakil ketua partai oposisi Iyi.
"Alasan Ali Erbas berulang kali membuat pernyataan yang mempolarisasi bangsa sangat jelas pemerintah menggunakan kepekaan agama dari mereka yang suaranya dianggap bisa menang," katanya.
Presiden Turki Tayyip Erdogan menghadiri salat Jumat di Masjid Agung Hagia Sophia di Istanbul, Turki, 7 Agustus 2020. Jumlah kasus COVID-19 harian baru mulai meningkat dan melebihi 1.000 tepat setelah liburan Idul Adha. Kantor Pers Kepresidenan via REUTERS
Terlepas dari semakin menonjolnya Diyanet, kaum sekuler juga mengkhawatirkan peningkatan tajam di sekolah-sekolah keagamaan 'Imam Hatip', peningkatan 10% dalam jumlah masjid dalam dekade terakhir, pencabutan larangan jilbab Muslim di lembaga-lembaga negara dan penjinakkan militer Turki yang kuat, yang pernah menjadi benteng sekulerisme. Semuanya terjadi selama pemerintahan Erdogan.
Menanggapi kritik atas Diyanet, kepresidenan membagikan gambar Ataturk berdiri dalam doa di samping seorang ulama Muslim pada sebuah upacara di luar parlemen baru Turki 100 tahun yang lalu, menunjukkan bahwa bahkan pendiri republik sekuler itu memberi ruang bagi agama di samping politik.
Oposisi utama sekuler Partai Rakyat Republik (CHP) menuduh Erdogan sengaja menggunakan Erbas untuk mengalihkan perhatian publik dari meningkatnya kesengsaraan ekonomi Turki.
"Dia telah menempatkan Ketua Direktorat Agama di lapangan seperti bidak," kata juru bicara CHP Faik Oztrak.
Konstitusi Turki mengatakan Diyanet harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip sekulerisme, tanpa mengungkapkan pandangan politik.
Ali Erbas, mantan profesor teologi yang menjabat pada 2017, belum menanggapi kritik secara langsung tetapi mengatakan perannya terbatas pada bimbingan agama.
"Sejalan dengan tugas yang diatur dalam konstitusi untuk 'mencerahkan masyarakat tentang agama', direktorat kami bekerja untuk menyampaikan kepada umat kami dengan cara yang paling benar prinsip-prinsip Islam," katanya dalam pidato pekan lalu.
Pesan itu tidak membuat para kubu sekuler puas.
"Kehadiran Erbas yang sering di sisi Erdogan mengungkapkan peningkatan yang sangat signifikan dari peran Islam Sunni dalam pemerintahan di Turki," kata Soner Cagaptay, seorang direktur di Washington Institute for Near East Policy.
"Tembok sekuler abad ke-20, yang didirikan oleh Ataturk dan dijaga oleh para penerusnya, yang telah memisahkan agama dan pemerintah, serta agama dan pendidikan, telah runtuh sama sekali," katanya.
Ali Erbas telah menimbulkan kontroversi di masa lalu. Tahun lalu sarannya bahwa homoseksualitas menyebabkan penyakit memicu bentrokan antara AKP Erdogan dan asosiasi pengacara Turki atas kebebasan berekspresi, tetapi dia mendapat dukungan dari sekutu nasionalis Erdogan, Devlet Bahceli.
Baca juga: Erdogan Umumkan Status Hagia Sophia sebagai Masjid
REUTERS