TEMPO.CO, Jakarta - Sekjen PBB Antonio Guterres skeptis Konferensi Perubahan Iklim 26 (COP26) yang akan berlangsung di Glasgow, Skotlandia pada November nanti akan membuahkan hasil. Menurutnya, masih ada rasa tidak percaya antara negara maju dan negara berkembang untuk bersama-sama mencegah perubahan iklim. Guterres juga menganggap beberapa negara memiliki target pencegahan yang kurang ambisisu
COP 26, perlu diketahui, bertujuan menetapkan aksi bersama selanjutnya untuk mencegah perubahan iklim yang kian parah. Selain itu, juga untuk mengumpulkan dana yang akan mendukung aksi tersebut. Hal itu menyusul peringatan berbagai pakar bahwa pemanasan global berpotensi di luar kendali.
"Saya menyakini ada resiko COP 26 tidak akan berujung sukses. Masih ada rasa tidak percaya antara negara-negara di utara dan selatan, negara maju dan berkembang. Perbedaan itu perlu segera dituntaskan," ujar Guterres, dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 15 September 2021.
Guterres melanjutkan, dirinya akan mencoba mengumpulkan berbagai kepala negara pada pertemuan Majelis Umum PBB pekan depan untuk membahas perkembangan terbaru soal perubahan iklim. Meski pembahasan itu hanya event sampingan Majelis Umum PBB, Guterres menganggapnya sebagai kesempatan untuk meningkatkan kemungkinan COP 26 berujung hasil positif.
Fokus utama pertemuan, kata Guterres, adalah membangun rasa percaya terhadap satu sama lain. Ia ingin semua pihak paham bahwa pemanasan global bukanlah isu main-main dan harus ditangani dengan penuh kehati-hatian jika tidak ingin berkembang kian parah.
Air yang mengalir dari lelehan gletser Laohugou No. 12, di pegunungan Qilian, Kabupaten Otonomi Mongol Subei di provinsi Gansu, Cina, 27 September 2020. Gletser di pegunungan Qilian di Cina menghilang dengan kecepatan yang mengejutkan karena pemanasan global. REUTERS/Carlos Garcia Rawlins
"Negara-negara maju juga perlu berbuat lebih banyak, terutama untuk membantu negara berkembang. Kami juga meminta negara-negara dengan ekonomi berkembang untuk lebih ambisius dalam mengurangi emisi gas rumah kaca atau karbon."
"Sampai sekarang, saya belum melihat komitmen serius dari negara maju untuk mendukung negara berkembang, termasuk kemampuan untuk beradaptasi," ujar Guterres menegaskan.
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) sebelumnya menyampaikan bahwa kecepatan perubahan iklim tidak melamban meski aktivitas ekonomi global terpukul oleh pandemi COVID-19. Data di lapangan, kata mereka, menunjukkan upaya pemangkasan emisi karbon masih jauh dari harapan.
Jika pemangkasan emisi karbon tak segera dipangkas, WMO mengatakan besar kemungkinan target Perjanjian Paris (Paris Agreement) tak akan tercapai. Target Perjanjian Paris adalah menekan suhu global sebesar 1,5 derajat Celcius pada 2050.
Rata-rata suhu global pada lima tahun terakhir adalah yang tertinggi dalam sejarah. Kurang lebih 1,06 hingga 1,2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Dengan angka tersebut, menurut WMO, kemungkinannya 40 persen rata-rata suhu global pada lima tahun ke depan mencapai 1,5 derajat Celcius lebih hangat.
Dalam upaya pencegahan tersebut, negara berkembang umumnya yang paling kesulitan. Mereka kekurangan sumber daya. Di saat bersamaan, upaya berbagai negara untuk mengumpulkan dana pencegahan perubahan iklim kebanyakan berujung pengurangan emisi dan bukannya adaptasi.
Baca juga: PBB: Target Penanganan Perubahan Iklim Kemungkinan Akan Meleset
ISTMAN MP | REUTERS