TEMPO.CO, Jakarta - Kembalinya Taliban secara tiba-tiba ke kekuasaan telah membuat ratusan diplomat Afghanistan di luar negeri dalam ketidakpastian.
Para diplomat kini kehabisan uang untuk menjalankan misi diplomatiknya, takut akan keluarga di rumah, dan putus asa untuk mengamankan jaminan perlindungan di luar negeri.
Taliban, yang dengan cepat menggulingkan pemerintah Afghanistan yang didukung Barat pada 15 Agustus, mengatakan pada Selasa bahwa mereka telah mengirim pesan ke semua kedutaan besar Afghanistan yang memberitahu para diplomat untuk melanjutkan pekerjaan mereka.
Tetapi delapan staf kedutaan besar yang berbicara kepada Reuters dengan syarat anonim, di negara-negara termasuk Kanada, Jerman dan Jepang, menggambarkan disfungsi dan keputusasaan dalam misi mereka.
"Rekan-rekan saya di sini dan di banyak negara memohon kepada negara tuan rumah untuk menerima mereka," kata seorang diplomat Afghanistan di Berlin, dikutip dari Reuters, 16 September 2021.
Dia mengatakan kepada Reuters takut apa yang mungkin terjadi pada istri dan empat putrinya yang tetap di Kabul jika dia mengizinkan namanya digunakan.
"Saya benar-benar memohon. Para diplomat bersedia menjadi pengungsi," katanya, seraya menambahkan bahwa dia harus menjual segalanya, termasuk sebuah rumah besar di Kabul, dan mulai dari awal lagi.
Misi diplomatik Afghanistan di luar negeri menghadapi periode "ketidakpastian yang berkepanjangan" ketika negara-negara memutuskan apakah akan mengakui Taliban, kata Afzal Ashraf, pakar hubungan internasional dan rekan peneliti di Universitas Nottingham Inggris.
"Apa yang bisa dilakukan kedutaan tersebut? Mereka tidak mewakili pemerintah. Mereka tidak memiliki kebijakan untuk diterapkan," katanya, menambahkan bahwa staf kedutaan kemungkinan akan diberikan suaka politik karena masalah keamanan jika mereka kembali ke Afghanistan.
Tentara Taliban membawa senapan saat berjaga di sebuah taman hiburan di Herat, Afghanistan, Jumat, 10 September 2021. Kaum perempuan Afghanistan mendapatkan sejumlah larangan, di antaranya berolahraga, dan pergi tanpa didampingi pria semuhrim. WANA via REUTERS
Taliban, yang memberlakukan interpretasi ketat terhadap hukum syariat Islam dengan hukuman seperti amputasi dan rajam selama pemerintahan mereka sebelumnya dari 1996 hingga 2001, telah berusaha untuk menunjukkan wajah yang lebih moderat sejak kembali berkuasa.
Juru bicara telah meyakinkan Afghanistan bahwa mereka tidak keluar untuk membalas dendam dan akan menghormati hak-hak orang, termasuk perempuan.
Tetapi laporan penggeledahan dari rumah ke rumah dan pembalasan terhadap mantan pejabat dan etnis minoritas telah membuat orang waspada. Taliban telah berjanji untuk menyelidiki setiap pelanggaran.
Sekelompok utusan dari pemerintah yang digulingkan mengeluarkan pernyataan bersama yang pertama dari jenisnya, dilaporkan oleh Reuters pada Rabu sebelum rilis publik, menyerukan para pemimpin dunia untuk menolak pengakuan resmi Taliban.
Penjabat menteri luar negeri Afghanistan Amir Khan Muttaqi mengatakan pada konferensi pers di Kabul pada Selasa, Taliban telah mengirim pesan ke semua kedutaan besar Afghanistan memberitahu mereka untuk terus bekerja.
"Afghanistan banyak berinvestasi pada Anda, Anda adalah aset Afghanistan," katanya.
Seorang diplomat senior Afghanistan memperkirakan ada sekitar 3.000 orang yang bekerja di kedutaan negara itu atau bergantung langsung pada mereka.
Pemerintahan presiden terguling, Ashraf Ghani, juga menulis surat kepada misi diplomatik asing pada 8 September yang menyebut pemerintah baru Taliban "tidak sah" dan mendesak kedutaan besar untuk melanjutkan fungsi dan tugas normal mereka.
Tetapi seruan untuk kesinambungan ini tidak mencerminkan kekacauan di lapangan, kata staf kedutaan.
"Tidak ada uang. Tidak mungkin beroperasi dalam keadaan seperti itu. Saya tidak digaji sekarang," kata seorang sumber di kedutaan besar Afghanistan di ibu kota Kanada, Ottawa.
Dua staf kedutaan besar Afghanistan di New Delhi mengatakan mereka juga kehabisan uang tunai untuk misi melayani ribuan warga Afghanistan yang berusaha menemukan jalan pulang untuk kembali ke keluarga atau membutuhkan bantuan mengajukan permohonan suaka di negara lain.
Kedua staf mengatakan mereka tidak akan kembali ke Afghanistan karena takut menjadi sasaran karena hubungan mereka dengan pemerintah sebelumnya, tetapi juga akan berjuang untuk mendapatkan suaka di India di mana ribuan warga Afghanistan telah menghabiskan bertahun-tahun mencari status pengungsi.
"Saya hanya harus duduk diam untuk saat ini di gedung kedutaan dan menunggu untuk keluar ke negara mana pun yang mau menerima saya dan keluarga saya," kata salah seorang staf.
Beberapa utusan diplomatik Afghanistan secara terbuka mengkritik Taliban.
Manizha Bakhtari, duta besar Afghanistan untuk Austria, secara teratur mengunggah tuduhan pelanggaran hak asasi manusia oleh Taliban di Twitter, sementara utusan untuk China Javid Ahmad Qaem memperingatkan agar tidak mempercayai janji-janji Taliban pada kelompok-kelompok ekstremis.
Yang lain diam, berharap negara tuan rumah mereka tidak akan terburu-buru mengakui kelompok itu dan menempatkan mereka dalam bahaya.
Beberapa diplomat Afghanistan mengatakan mereka akan mengamati dengan seksama pertemuan tahunan para pemimpin dunia di PBB di New York minggu depan, di mana ada ketidakpastian mengenai siapa yang akan mengisi kursi Afghanistan.
Kredensial PBB memberikan bobot kepada pemerintah, dan belum ada yang secara resmi mengklaim kursi Afghanistan. Setiap langkah yang dianggap melegitimasi Taliban mungkin memberdayakan kelompok itu untuk menggantikan staf kedutaan dengan staf mereka sendiri, kata para diplomat.
Di Tajikistan, beberapa staf kedutaan besar berhasil membawa keluarga mereka melintasi perbatasan dalam beberapa pekan terakhir, dan mereka mempertimbangkan untuk mengubah kedutaan menjadi tempat tinggal untuk menampung mereka, kata seorang diplomat senior di sana.
Seperti rekan-rekan yang tersebar di seluruh dunia, mereka tidak memiliki rencana untuk pulang dengan Taliban kembali berkuasa.
"Sangat jelas bahwa tidak ada seorang pun diplomat Afghanistan yang ditempatkan di luar negeri ingin kembali. Kami semua bertekad untuk tetap di tempat kami sekarang dan mungkin banyak negara akan menerima bahwa kami adalah bagian dari pemerintah yang berada di pengasingan," kata seorang diplomat Afghanistan di Jepang.
Baca juga: Usai Pemerintahan Baru, Krisis dan Pengakuan Jadi Tantangan Taliban Selanjutnya
REUTERS