TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Kepresidenan Filipina mengungkap Manila tidak akan mau bekerja sama dalam investigasi yang dilakukan oleh International Criminal Court (ICC). Dengan begitu, mereka tidak akan memberikan izin masuk wilayah Filipina pada tim penyidik ICC.
Investigasi ICC itu, untuk mengungkap kemungkinan telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Presiden Filipina, Rodrigo Duterte dalam kampanye perang melawan narkoba.
Seorang anggota Badan Penindakan Narkoba Filipina, PDEA, mengatur paket Methamphetamine Hydrochloride yang juga dikenal sebagai "Sabu-sabu" yang mereka temukan tersembunyi di dalam sebuah silinder baja di salah satu obat terlarang terbesar di Manila, Filipina, pada Selasa, 7 Agustus 2018. [AP Photo / Aaron Favila]
Sebelumnya pada Rabu, 15 September 2021, ICC memberikan persetujuan dilakukan pembuktian resmi terhadap kampanye perang melawan narkoba yang digerakkan oleh Presiden Duterte. Kampanye anti-narkoba tersebut telah merenggut nyawa ribuan orang. Keputusan ICC tersebut disambut hangat oleh kelompok-kelompok HAM.
ICC mengambil putusan tersebut berdasarkan bukti material yang dihadirkan oleh jaksa penuntut. Menurut jaksa penuntut di ICC, kampanye perang melawan narkoba tidak bisa dilihat sebagai sebuah operasi berkekuatan hukum. Namun lebih pada sebuah serangan sistematik pada warga sipil.
Presiden Duterte sebelumnya sudah berupaya mengabaikan investigasi ICC dan pada Kamis, 16 September 2021, Kepala Kepresidenan bidang hukum Salvador Panelo menegaskan ICC tidak yurisdiksi. Panelo pun memastikan penyidik dari ICC tidak akan diberi izin masuk wilayah Filipina untuk melakukan upaya pembuktian.
Puluhan pasien rehabilitasi narkoba berbaris menuju ruang makan saat akan makan siang di Pusat Perawatan dan Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba Mega, di provinsi Nueva Ecija, utara Manila, Filipina, 9 Desember 2019. REUTERS/Eloisa Lopez
Sebelumnya pada Maret 2018, Presiden Duterte sudah membatalkan keanggotaan Filipina dalam pakta pendirian ICC. Namun di bawah undang-undang ICC, lembaga peradilan itu punya yurisdiksi untuk mengadili kejahatan yang dilakukan pada 2016 dan 2019 di Filipina.
Presiden Duterte, 76 tahun, dalam kampanye pemilu presiden dulu menggembar-gemborkan perang melawan narkoba dan memberantas korupsi. Masa jabatan Duterte akan berakhir pada Juni 2022, namun dia sudah berencana akan maju lagi, namun sebagai wakil presiden Filipina.
Baca juga: Mantan Presiden Pantai Gading Siap Keluar dari Pengasingan
Sumber: Reuters