TEMPO.CO, Jakarta - Tiga mantan operator intelijen Amerika Serikat, yang bekerja sebagai mata-mata siber untuk Uni Emirat Arab, mengaku telah melakukan pelanggaran undang-undang peretasan Amerika Serikat. Mereka juga telah menjual teknologi militer, yang sangat sensitif dan dilarang.
Pengakuan itu disampaikan untuk menghindari penuntutan.
Ketiga hackers warga negara Amerika Serikat itu adalah Marc Baier, Ryan Adams dan Daniel Gericke. Mereka pernah menjadi bagian dari unit klandestin yang mengerjakan proyek Raven. Proyek ini membantu Uni Emirat Arab memata-matai musuh-musuhnya.
Laporan Reuters menyebutkan atas perintah Kerajaan Uni Emirat Arab, tim di proyek Raven telah meretas akun-akun aktivis HAM, wartawan dan rival-rival pemerintah. Sedangkan dokumen pengadilan federal di Washington D.C., Amerika Serikat yang dipublikasi pada Selasa, 14 September 2021, menyebut ketiga laki-laki warga negara Amerika Serikat itu, sudah mengakui membajak jaringan komputer di Amerika Serikat dan mengekspornya ke alat-alat intrusi canggih dunia maya tanpa izin dari Pemerintah Amerika Serikat.
Kedutaan Besar Uni Emirat Arab di Washington D.C belum mau berkomentar mengenai hal ini. Begitu pula operator yang mempekerjakan ketiga warga negara Amerika Serikat itu dan pengacara mereka.
Baca Juga:
Sebagai bagian dari kesepakatan dengan otoritas federal Amerika Serikat untuk menghindari penuntutan, tiga mantan pegawai intelijen itu sepakat untuk membayar USD 1.69 juta (Rp 1,1 triliun). Mereka juga setuju untuk tidak lagi mengutak-atik keamanan Amerika Serikat, yang bisa mengakses ke rahasia keamanan nasional.
“Para hackers yang direkrut dan mereka yang mendukung aktivitas semacam itu, sama dengan melanggar undang-undang Amerika Serikat dan seharusnya di eksekusi atas tindakan kriminal yang mereka lakukan,” kata Mark J. Lesko, asisten jaksa agung sementara dari Kementerian Kehakiman Amerika Serikat divisi keamanan nasional.
Baca juga:Mengenal Malware PlugX yang Meretas Jaringan Internal Kementerian di Indonesia
Sumber: Reuters