TEMPO.CO, Jakarta - Badan antimonopoli Korea Selatan mendenda Google Alphabet Inc 207 miliar won (sekitar Rp2,5 triliun) karena memblokir versi khusus dari sistem operasi Android.
Komisi Perdagangan Adil Korea Selatan (KFTC) menyatakan, persyaratan kontrak Google dengan pembuat perangkat sama dengan penyalahgunaan posisi pasar dominannya yang membatasi persaingan di pasar sistem operasi atau OS seluler.
Menanggapi putusan itu, Google menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut karena kompatibilitas Android dengan program lain bisa merusak keuntungan yang dinikmati oleh konsumen.
"Keputusan Komisi Perdagangan Adil Korea sangat berarti karena memberikan peluang untuk memulihkan tekanan persaingan di masa depan pada OS seluler dan pasar aplikasi," kata Ketua KFTC Joh Sung-wook dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Selalsa, 14 September 2021.
Ini bisa menjadi denda terbesar kesembilan yang pernah dikenakan KTFC.
Menurut KFTC, Google menghambat persaingan dengan membuat produsen perangkat mematuhi "perjanjian anti-fragmentasi (AFA)" saat menandatangani kontrak utama dengannya terkait lisensi toko aplikasi.
Di bawah AFA, produsen tidak dapat melengkapi handset mereka dengan versi Android yang dimodifikasi, yang dikenal sebagai "fork Android". Hal ini dinilai membuat Google memperkuat dominasi pasarnya di pasar OS seluler, kata KFTC.
Berdasarkan putusan tersebut, Google dilarang memaksa pembuat perangkat untuk menandatangani kontrak AFA, yang memungkinkan produsen untuk mengadopsi versi OS Android yang dimodifikasi pada perangkat mereka.
Dalam satu contoh, Samsung meluncurkan jam tangan pintar dengan OS yang disesuaikan pada tahun 2013 tetapi beralih ke OS yang berbeda setelah Google menganggap langkah tersebut sebagai pelanggaran AFA, kata KFTC.
Samsung Electronics menolak berkomentar.
Denda itu berlaku pada hari ketika amandemen Undang-Undang Bisnis Telekomunikasi Korea Selatan - yang populer dijuluki "hukum anti-Google" - mulai berlaku.
RUU tersebut disahkan pada akhir Agustus dan melarang operator toko aplikasi seperti Google untuk mewajibkan pengembang perangkat lunak menggunakan sistem pembayaran mereka.
Persyaratan tersebut secara efektif menghentikan pengembang dari membebankan komisi atas pembelian dalam aplikasi.
Tahun lalu, badan antimonopoli India memerintahkan penyelidikan atas tuduhan bahwa Google menyalahgunakan posisi pasarnya untuk mempromosikan aplikasi pembayarannya serta memaksa pengembang aplikasi untuk menggunakan sistem pembayaran dalam aplikasinya.