TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya 18 orang, termasuk warga sipil tak bersenjata, tewas dalam kontak senjata dengan pasukan junta militer Myanmar di Wilayah Magway, Kamis lalu, demikian laporan Myanmar Now, Senin, 13 September 2021.
Ini merupakan bentrokan paling mematikan sejak pemerintah oposisi negara itu mengumumkan "perang perlawanan" terhadap rezim kudeta awal bulan September.
Pertempuran antara pasukan rezim dan kelompok perlawanan lokal pecah pada hari Kamis di desa Myin Thar di Kotapraja Gangaw Magway, menurut penduduk setempat.
Tiga belas anggota kelompok itu tewas dalam bentrokan itu, sementara lima penduduk desa—empat orang berusia lima puluhan dan seorang pria berusia 80 tahun—juga tewas, kata seorang wanita setempat kepada Myanmar Now.
Tun Ngwe, korban tertua, ditembak di bagian belakang kepala dengan tangan terikat di belakang, kata sumber setempat.
Mayat mereka yang tewas dalam bentrokan dan serangan lainnya dikremasi oleh penduduk setempat yang selamat pada hari Jumat, sumber tersebut menambahkan.
Para pejuang perlawanan lokal dikalahkan karena mereka masih muda dan tidak berpengalaman, serta hanya memiliki senjata kuno buatan tangan untuk bertarung, menurut seorang kerabat dari satu orang yang tewas dalam bentrokan itu.
“Mereka dari kelompok pertahanan kami adalah anak-anak yang baru saja menyelesaikan kelas 9 atau 10. Mereka semua masih terlalu muda. Dan mereka tewas dalam bentrokan itu,” kata kerabat itu.
Seorang warga desa Myin Thar yang termasuk di antara mereka yang mengambil mayat anggota pertahanan setempat mengatakan bahwa delapan dari 13 orang yang tewas dalam bentrokan itu tampaknya ditembak dari jarak dekat.
“Mereka yang tidak terbunuh oleh peluru artileri sebagian besar ditembak di kuil oleh tentara. Mereka bersembunyi ketika peluru artileri menghantam, tetapi tentara yang kemudian menemukan mereka menembak mati mereka karena pembangkangan mereka,” katanya.
Pertempuran dimulai ketika pasukan junta tiba di Myin Thar dari desa terdekat Thar Lin, di mana mereka telah membakar sebuah rumah pada hari itu. Kedua desa tersebut berada di seberang Sungai Myittha yang lebarnya lebih dari 240 meter, dengan Thar Lin di sisi barat dan Myin Thar di timur.
Setelah mendengar tentang penggerebekan di Thar Lin, warga Myin Thar memasang penghalang di dekat jembatan antara dua desa.
Para pejuang perlawanan memposisikan diri di sisi timur sungai dan berperang melawan sekitar 30 tentara di sisi yang berlawanan. Para pejuang Myin Thar awalnya berada di atas angin dalam bentrokan, yang berlangsung sekitar satu jam.
Berbekal senjata primitif, termasuk senapan berburu dan pipa berisi bubuk mesiu, para pejuang perlawanan melawan tentara dengan AK-47 dan senjata lain yang jauh lebih canggih, kata seorang penduduk lokal Myin Thar yang terlibat dalam bentrokan itu.
“Kami berhasil menembakkan sekitar 10 peluru yang mencapai sisi mereka,” katanya, menjelaskan bagaimana mereka menggunakan senjata pipa darurat mereka untuk menembak melintasi sungai.
Dia mengatakan, sejumlah tentara terluka dalam pertukaran ini. Sejauh ini belum ada konfirmasi dari pihak junta Myanmar.