TEMPO.CO, Jakarta - Jelang sebulan sejak pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban, warga lokal merasa tidak nyaman dengan kehadiran kelompok tersebut. Dikutip dari kantor berita Reuters, warga tidak nyaman melihat bagian kelompok bersenjata Taliban menghabiskan sebagian waktunya berpatroli, membawa senjati api, mengenakan perlengkapan tempur, tanpa adanya rantai komando yang jelas.
Bagi warga, kehadiran Taliban di Afghanistan adalah pemandangan asing. Mereka tidak terbiasa melihat personil bersenjata berkeliling ke sana kemarin. Hal itu diperburuk dengan perilaku Taliban yang dianggap liar serta taktik mereka yang keras dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
"Warga di Kabul membenci kehadiran mereka. Lihatlah mereka, mereka orang yang liar, tidak terurus, tidak berpendidikan, dengan rambut panjang dan pakaian yang kotor. Mereka juga tidak memiliki sopan santu sama sekali," ujar Ahmad, guru di Kabul, dikutip dari Reuters, Sabtu, 11 September 2021.
Sayangnya, kata Ahmad, warga Afghanistan tidak bisa berbuat apa-apa terhadap situasi tersebut. Walhasil, sepeninggalan tentara asing, warga Afghanistan yang terpaksa beradaptasi untuk menyesuaikan diri dengan kehadiran dan gaya hidup Taliban.
Beberapa adaptasi yang dilakukan warga mulai dari memanjangkan jenggot untuk pria, mengganti pakaian model Barat dengan baju tradisional perahan tunban, serta membiasakan diri berbicara menggunakan bahasa Pashto. Umumnya, warga Afghanistan memakai bahasa Dari untuk percakapan sehari-hari.
Seorang perempuan yang mengenakan Burqa berjalan melewati Pasukan Taliban yang memblokir jalan-jalan di sekitar bandara, di Kabul, Afghanistan. 27 Agustus 2021. Taliban juga melarang perempuan menekuni olahraga karena dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam yang diyakini, dengan alasan khawatir bagian tubuh perempuan akan terekspose ketika berolahraga. REUTER/Stringer
"Mayoritas anggota Taliban belum pernah ke Kabul dan mereka tidak menggunakan bahasa Dari. Sebagian menggunakan Pashto. Kalian akan mendengarkan bahasa Arab, Urdo, atau bahasa lainnya," ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Warga pun juga mulai membiasakan diri untuk terbiasa dengan cara penertiban oleh Taliban yang keras. Tidak sedikit kasus anggota Taliban memukuli warga di Kabul dengan senjata untuk menertibkan mereka.
"Tentu saja ketika perempuan dan anak-anak melihat pemukulan itu, mereka jadi ketakutan. Pemerintahan Taliban sebelumnya juga buruk," ujar warga Kabul. Rahmatullah Khan.
Menanggapi keresahan warga, Taliban mengaku bertanggung jawab. Mereka pun menyatakan bahwa sejatinya mereka beolum siap memimpin kota dengan jumlah penduduk lebih dari lima juta orang. Namun, mereka tidak punya pilihan lain selain belajar untuk memimpin.
"Kami tidak menyangka pemerintahan sebelumnya akan kolaps begitu cepat, membuat kami tak memiliki waktu untuk menyiapkan diri. Kami juga akui anggota kami kebanyakan hanya tahu caranya berperang. Mereka belum pernah menjadi polisi," ujar Komandan Patroli Taliban, Seyed Rahman Heydari.
Heydari berkata, Taliban akan mencoba memperbaiki kualitasnya agar warga Afghanistan merasa nyaman hidup di kota masing-masing. Jika ada masalah, kata ia, Taliban akan dengan cepat membantu. "Jika ada masalah, baik itu maling atau orang bersenjata, kontak kami. Kami akan tindaklanjuti sesegera mungkin," ujar komandan Taliban di distrik 6 Kabul itu.
Baca juga: Dua Jurnalis Afghanistan Disiksa Taliban Saat Ditahan
ISTMAN MP | REUTERS