TEMPO.CO, Jakarta - Vatikan menolak kritik dari para rabi Israel atas pernyataan Paus Fransiskus tentang kitab Taurat, dengan mengatakan bahwa Sri Paus tidak mempertanyakan validitasnya yang berkelanjutan bagi orang Yahudi zaman sekarang.
Bulan lalu Reuters melaporkan, Rabi Rasson Arousi, yang bertanggung jawab atas hubungan Kepala Rabbinat Israel dengan Vatikan, telah menulis surat keras kepada Vatikan di mana dia mengatakan komentar Fransiskus pada audiensi umum pada 11 Agustus tampaknya menyebut Taurat, atau hukum Yahudi, sudah usang.
"Hukum Taurat Yahudi tidak memberi kehidupan, tidak menawarkan pemenuhan janji karena tidak mampu memenuhinya. Hukum itu adalah sebuah perjalanan, sebuah perjalanan yang menuntun menuju sebuah perjumpaan...Mereka yang mencari kehidupan perlu melihat pada janji dan pemenuhannya di dalam Kristus," kata Paus Fransiskus dalam audiensi publik, dikutip dari Times of Israel.
Tanggapan resmi Vatikan, yang dilihat oleh Reuters pada hari Jumat, mengatakan komentar Sri Paus dalam homili tentang tulisan-tulisan Santo Paulus tidak boleh diekstrapolasi dari konteks zaman kuno dan tidak ada kaitannya dengan orang-orang Yahudi saat ini.
"Keyakinan Kristen yang tetap adalah bahwa Yesus Kristus adalah jalan keselamatan yang baru. Namun, ini tidak berarti bahwa Taurat dikurangi atau tidak lagi diakui sebagai 'jalan keselamatan bagi orang Yahudi'," tulis Kardinal Kurt Koch, dari departemen Vatikan yang mencakup hubungan agama dengan orang Yahudi.
"Dalam katekesenya, Bapa Suci tidak menyebutkan Yudaisme modern; pidatonya adalah refleksi teologi (St. Paulus) dalam konteks sejarah suatu era tertentu," tulis Koch, dikutip dari Reuters, 10 September 2021.
"Fakta bahwa Taurat sangat penting bagi Yudaisme modern tidak dipertanyakan dengan cara apa pun," katanya.
Taurat, lima buku pertama dari Alkitab Ibrani, berisi ratusan perintah bagi orang Yahudi untuk diikuti dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ukuran kepatuhan terhadap beragam pedoman berbeda antara Yahudi Ortodoks dan Yahudi Reformasi.
Dalam suratnya kepada Koch pada bulan Agustus, Arousi mengatakan komentar Paus berisiko mengembalikan "ajaran penghinaan" yang lazim di Gereja Katolik hingga abad terakhir.
"Mengingat afirmasi positif yang terus-menerus dibuat oleh Paus Fransiskus tentang Yudaisme, sama sekali tidak dapat dianggap bahwa dia kembali ke apa yang disebut 'doktrin penghinaan'," tulis Koch.
"Paus Fransiskus sepenuhnya menghormati dasar-dasar Yudaisme dan selalu berusaha memperdalam ikatan persahabatan antara dua tradisi iman," katanya.
Hubungan antara Katolik dan Yahudi mengalami revolusi pada tahun 1965, ketika Konsili Vatikan II menolak konsep kesalahan kolektif Yahudi atas kematian Yesus dan memulai dialog lintas agama selama beberapa dekade. Paus Fransiskus dan dua pendahulunya mengunjungi sinagoga.
Paus Fransiskus memiliki hubungan yang baik dengan orang-orang Yahudi. Saat masih menjadi uskup agung di kota asalnya Buenos Aires, Paus Fransiskus ikut menulis buku dengan salah satu rabi kota, Abraham Skorka, dan telah mempertahankan persahabatan yang langgeng dengannya.
Baca juga: Musim Panas Menyengat Italia, Paus Fransiskus Kirim 15.000 Es Krim untuk Tahanan
REUTERS | TIMES OF ISRAEL