TEMPO.CO, Jakarta - Taliban melarang demonstrasi apa pun yang tidak memiliki izin resmi, termasuk poster yang digunakan.
Dalam dekrit pertama yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri, yang dipimpin oleh Sirajuddin Haqqani, pemerintahan Taliban memperingatkan unjuk rasa tanpa izin menghadapi “konsekuensi hukum yang berat”.
Larangan resmi yang dikeluarkan Rabu itu menyusul bentrokan antara pasukan Taliban dengan pengunjuk rasa di Kabul dan beberapa kota lain.
Di ibu kota Kabul, unjuk rasa kecil dengan cepat dibubarkan oleh pasukan keamanan bersenjata Taliban, sementara media Afghanistan melaporkan protes di kota timur laut Faizabad juga dibubarkan, demikian dikabarkan Guardian, Kamis, 9 September 2021.
Kekerasan terjadi dalam unjuk rasa di kota Herat, yang menyebabkan dua warga peserta demonstrasi ditembak mati.
Langkah ini mengikuti tanda-tanda lain bahwa kabinet baru Afghanistan – yang seluruhnya terdiri dari loyalis Taliban – bergerak cepat menjauh dari janji moderasi dan inklusivitas seperti dikatakan sebelumnya.
The Sun sebelumnya melaporkan bahwa pasukan bersenjata melepaskan tembakan dengan senapan mesin untuk membubarkan unjuk rasa.
Pada saat itu, pengunjuk rasa - banyak di antaranya adalah perempuan - dilaporkan meneriakkan "kebebasan" ketika ratusan orang membanjiri jalan-jalan sambil melambaikan plakat dan bekas bendera Afghanistan.
Kekacauan meletus ketika para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan seperti "Hidup perlawanan" dan juga menuduh negara tetangga Pakistan, yang oleh beberapa warga Afghanistan dituduh membantu Taliban.
Baca juga Taliban Pukul dan Cambuk Perempuan yang Berunjuk Rasa Protes Pemerintahan Baru