TEMPO.CO, Jakarta - Para pemimpin di Angkatan Bersenjata Guinea pada Senin, 6 September 2021, berjanji akan menyusun sebuah pemerintahan transisi setelah Presiden Alpha Conde di kudeta dan kabinetnya dibubarkan.
Dalam kudeta yang terjadi pada Minggu, 5 September 2021, Conde, 83 tahun, dan politikus papan atas di Guinea, ditahan atau dilarang melakukan perjalanan. Kudeta yang terjadi di Guinea adalah yang ketiga kalinya yang dialami negara-negara Afrika barat dan tengah sejak April 2021. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran akan kebangkitan kekuasaan militer di kawasan.
Pengambil alihan kekuasaan atau kudeta yang terjadi di beberapa negara bagian Afrika barat dan tengah, dikecam oleh dunia internasional. Negara-negara di dunia memberikan tekanan kepada para pemimpin militer di Guinea agar memastikan pada investor bahwa ekspor bijih besi negara itu tidak akan dipangkas dan menawarkan pemerintahan Guinea yang benar-benar baru.
“Sebuah konsultasi akan dilakukan untuk menentukan kerangka kerja pemerintahan transisi dan memilih pemimpin transisi,” kata pemimpin kudeta Guinea, Mamady Doumbouya, yang juga mantan tentara.
Doumbouya mengatakan pemerintahan transisi akan menyusun era baru, yang bisa mengembangkan perekonomian negara itu. Doumbouya tidak memberikan keterangan tanggal persisnya pemerintahan transisi akan dibentuk atau kapan pemilu akan digelar.
Baca juga: Presiden Guinea Dikudeta setelah Ubah Konstitusi demi Jabatan 3 Periode
Sumber: Reuters