TEMPO.CO, Jakarta - Warga Korea Utara yang kelaparan terpaksa menculik anak-anak dari keluarga kaya. Penculik menuntut uang tebusan agar bisa makan.
Setidaknya empat penculikan anak telah dilaporkan dalam beberapa pekan terakhir di Korea Utara. Negara tersebut sedang berjuang di bawah sanksi internasional yang dikenakan terhadap rezim Kim Jong-un.
Kekurangan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan sehari-hari lainnya telah memburuk sejak Pyongyang menutup perbatasan secara penuh pada Januari 2020 dalam upaya mencegah Covid-19 memasuki negara itu. Pemerintahan Kim Jong Un khawatir sistem perawatan kesehatan akan runtuh jika virus corona merebak di sana.
Bulan lalu bocah perempuan berusia enam tahun menghilang saat bermain di tepi sungai di luar rumahnya di Kabupaten Songchon, utara Pyongyang, seperti dilaporkan oleh Radio Free Asia.
"Dia diculik dan disandera oleh seorang pria berusia tiga puluhan yang tinggal di desa yang jauh dari rumahnya," kata seorang sumber di Korea Utara kepada media yang berbasis di Washington, DC.
Penculik tahu bahwa bocah tersebut berasal dari keluarga kaya. Ia bahkan mendapatkan nomor ponsel orang tuanya guna mendapatkan uang tebusan.
Menurut sumber yang tidak disebutkan namanya, penculik telah mengunci bocah perempuan itu di sebuah kamar di rumahnya dan menuntut uang tebusan 500.000 won atau sekitar Rp 6 juta.
Namun polisi berhasil melacak pria tersebut berdasarkan nomor telepon. Pria itu berhasil ditangkap dan sang anak telah dikembalikan ke orang tuanya. Saat ini kasus penculikan itu akan masuk ke persidangan.
Kasus lainnya menurut Radio Free Asia adalah penculikan anak laki-laki berusia 10 tahun yang berjalan di sepanjang pusat Kabupaten Yangdok. Seorang pria, yang berusia empat puluhan, berhenti di samping anak itu dengan sepeda motornya dan menawarinya tumpangan pulang.
Bocah itu kemudian menyadari bahwa dia diculik, tetapi berhasil melarikan diri dan melaporkan kejadian itu ke polisi. Pria itu sudah ditahan.
Pada 12 Mei, terjadi kasus serupa. Seorang pria membawa anak laki-laki dari sebuah taman kanak-kanak di kota Hyesan. Ia mengaku sebagai ayah dari anak berusia enam tahun tersebut. Namun beruntung bocah tersebut berhasil dibebaskan oleh polisi. Ibu dari anak laki-laki itu menerima telepon permintaan uang tebusan.
Para orang tua cemas kasus penculikan meningkat. Seperti dilansir dari Daily Mail, hal yang sama bisa terjadi pada anak-anak kapan saja.
Bencana kelaparan sedang menghantui Korea Utara. Lembaga pangan PBB, FAO memperingatkan Korea Utara kekurangan pangan sekitar 800 ribu ton tahun ini. Masa sulit diperkirakan bakal terjadi mulai bulan depan.
Dalam laporannya, FAO menyebutkan produksi pangan biji-bijian di Korea Utara hanya 5,6 juta ton tahun ini. Jumlah ini kurang 1,1 juta ton dari yang dibutuhkan oleh seluruh penduduk. Angka impor pangan yang sudah dipublikasikan secara resmi oleh pemerintah baru 205.000 ton, sehingga defisit pangan diperkirakan sekitar 860.000 ton.
"Jika kesenjangan ini tidak bisa ditutupi melalui impor komersial atau bantuan pangan, maka akan terjadi masa sulit mulai Agustus hingga Oktober," tulis FAO dalam laporannya Juni lalu.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah membahas soal krisis pangan pada Juni. Harga beras dan jagung di negara tersebut naik sejak awal tahun. Pada 2020, produksi biji-bijian di Korea Utara juga turun sekitar 5,2 persen.
Sejak pandemi tahun lalu, Korea Utara telah menutup perbatasan. Krisis pangan kian buruk lantaran gagal panen akibat banjir. Negara ini juga sedang bergelut dengan sanksi internasional.
Akibat ditutupnya perbatasan, perdagangan dengan China turun drastis. Padahal selama ini Korea Utara bergantung pada China untuk suplai makanan, pupuk, dan bahan bakar.
Baca: Penanganan COVID-19 di Korut Tak Memuaskan, Kim Jong Un Pecat Pejabatnya
DAILY MAIL | HINDUSTAN TIMES | BBC