TEMPO.CO, Jakarta - Lebanon mendeportasi Suleiman al-Khalidi, seorang koresponden Reuters setelah wartawan itu tiba di Bandara Beirut untuk mulai tugas liputan yang diberikan padanya akhir bulan lalu. Al-Khalidi langsung dimintai keterangan segera setelah dia tiba di Beirut.
Al-Khalidi terbang menuju Ibu Kota Beirut pada 2 Agustus 2021. Namun dia dihentikan oleh petugas pemeriksa paspor, yang langsung meminggirkannya untuk diajukan sejumlah pertanyaan. Al-Khalidi diminta untuk menyerahkan laptop milik perusahaannya dan ponsel.
Suleiman al-Khalidi, koresponden Reuters. Sumber: reuters
Sebelum di deportasi, Al-Khalidi ditahan semalaman. Dia lalu diterbangkan lagi dengan pesawat menuju Yordania, negara asalnya.
Otoritas tidak memberikan alasan atas perlakuan mereka kepada Al-Khalidi. Setelah Al-Khalidi menyerahkan barang-barangnya, dia dibawa ke sebuah pusat penahanan dan dipulangkan ke Yordania pada keesokan harinya.
“Kami sudah melayangkan protes kepada pemerintah Lebanon secara resmi atas perlakuan pada wartawan Reuters Suleiman al-Khalidi dan masih menunggu informasi lebih lanjut dari otoritas, yang tidak menjelaskan atas sikap mereka,” demikian keterangan Juru bicara Reuters.
Reuters dalam keterangan menjelaskan liputan Al-Khalidi bersifat independen dan tidak memihak sesuai dengan kaidah prinsip kepercayaan. Reuters mengutuk segala bentuk pembatasan yang dikenakan pada jurnalis yang ingin meliput demi kepentingan publik.
Menjawab protes dari Reuters tersebut, Direktorat Jenderal Keamanan Lebanon mengatakan hukum di Lebanon memastikan sebuah lingkungan yang bebas bagi media. Namun tidak dijelaskan apakah pengusiran al-Khalidi akan dibatalkan.
“Keputusan untuk tidak mengizinkan al-Khalidi masuk Lebanon karena keputusan yang murni dari negara dan tidak ada sangkut-pautnya dengan tugas-tugas jurnalistiknya,” demikian keterangan Direktorat Jenderal Keamanan Lebanon, yang merujuk pada tidak adanya stempel masuk pada paspor al-Khalidi
Baca juga: Imigrasi Ancam Mendeportasi WNA Pelanggar PPKM Darurat
Sumber: Reuters