TEMPO.CO, Jakarta - Shafiq Mohammad, 40 tahun, warga Pakistan yang tinggal di Pakistan, berdiri bersama keluarganya di gerbang penyeberangan bagi pejalan kaki yang tertutup di perbatasan Pakistan-Afghanistan. Dia memegang paspor dan setumpuk kartu identitas lainnya. Shafiq memohon kepada penjaga Pakistan agar dia dan keluarganya diizinkan lewat.
Pintu penyeberangan di Torkham, Afghanistan-Pakistan, sekarang dijaga oleh tentara bersenjata Taliban. Pintu perbatasan itu, telah menjadi tempat tersibuk di antara kedua negara tersebut. Namun sejak maret 2021 lalu, terlihat adanya penurunan tajam karena diberlakukannya pengontrolan secara ketat.
“Saya tidak tahu mengapa mereka tidak membiarkan kami masuk, kami di sini berdiri dan bertanya mengapa mereka tidak membiarkan kami (masuk). Apa prosedurnya, bagaimana kami bisa melanjutkan perjalanan?,” kata Shafiq dari balik pagar perbatasan di sisi Afghanistan.
Dengan lalu lintas udara yang sudah dibekukan, Torkham menjadi satu dari sedikit gerbang yang difungsikan untuk bisa keluar dari Afghanistan. Akan tetapi karena kondisi keamanan yang memburuk, pihak berwenang menjadi lebih terdorong untuk bisa menekan bentuk pergerakan yang terjadi di perbatasan.
Pada Agustus 2021, rata-rata Pakistan hanya mengizinkan 85 orang melintasi pintu perbatasan itu per-hari. Sedangkan pada Maret dan April 2021, rata-rata ada 7.000-8.000 orang melintasi pintu perbatasan tersebut.
Pihak berwenang Pakistan mengatakan adanya gelombang baru infeksi Covid-19 juga telah membuat mereka melakukan pengawasan secara lebih ketat.
Lalu lintas untuk tujuan komersial masih diizinkan berjalan, dengan truk-truk yang hilir-mudik. Tetapi kerumunan orang didorong kembali dari daerah perbatasan oleh militan Taliban dan tetap berada di sisi Afganistan di jalan raya Jalalabad-Peshawar.
Pihak berwenang Pakistan harus bekerja dengan Taliban di tingkat lokal untuk dapat memastikan perbatasan tetap dijaga dan tertib setelah pasukan Afghanistan kocar-kacir menyusul kepergian Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.
Militan Taliban mengibarkan bendera Taliban di belakang truk pickup yang melewati jalan ramai di daerah Pashtunistan Square di Jalalabad, Afghanistan dalam gambar diam yang diambil dari video media sosial yang diunggah pada 15 Agustus 2021. [Situs web media sosial/via REUTERS]
Perbatasan yang sering kali tanpa hukum, secara historis bisa menjadi alur keluar-masuk bagi pejalan kaki, dengan keluarga dan suku yang tinggal di kedua sisinya. Mereka menyeberang dari semua titik dan sebagian besar tanpa hambatan.
Hanya saja, selama beberapa tahun terakhir baik Pakistan maupun Afghanistan saling tuding bahwa pihak lain telah melindungi kelompok-kelompok militan dan dan mengizinkan mereka melakukan serangan melintasi perbatasan. Saat ini, Pakistan telah hampir menyelesaikan pagar logam yang didirikan di wilayah perbatasan sepanjang 2.600 km.
“Dulu kami diizinkan lewat. Sekarang aturannya berubah. Setiap hari aturannya berubah. Kali ini jika saya melintasi perbatasan maka…” kata Syafiq, memberi isyarat dan tampak berhati-hati untuk tidak mengatakan apapun yang mungkin dapat membuat para penjaga Taliban marah.
Setelah melakukan negosiasi dengan pejabat perbatasan Pakistan, dan berujung tidak berhasil karena alasan yang tidak jelas, Syafiq dan keluarganya, serta beberapa orang lainnya diantar ke area Afghanistan oleh militan Taliban. Mereka mengancam akan memukul beberapa orang dengan alat seperti cambuk agar garis tetap bergerak.
Sementara keluarga lain terlihat ada yang berhasil melewati perbatasan. Seorang perempuan di kursi roda menyebrang ke Pakistan saat Syafiq, istri dan anak-anaknya menghilang ke dalam kerumunan di sisi Afghanistan.
Baca juga: Top 3 Dunia: Aset Afghanistan Minta Dicairkan, Sertifikat Vaksin Diperluas
Afifa Rizkia Amani | Reuters