TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 60 warga sipil dan 13 tentara AS menjadi korban tewas dalam serangan bom bunuh diri di Bandara Kabul semalam, Kamis, 26 Agustus 2021. Pentagon mengkonfirmasi 13 tentara AS tewas dalam dua ledakan.
Dikutip dari Al Jazeera, selain korban tewas, puluhan orang lainnya terluka, menurut sumber medis dan pejabat AS. Ledakan kuat terjadi dua kali di luar bandara internasional Kabul di tengah upaya evakuasi besar-besaran dan kekacauan di Afghanistan.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan bom bunuh diri di Bandara Kabul, Afghanistan, dilakukan oleh kelompok ISIS-K, atau ISIS Khorasan yang berafiliasi dengan ISIS di Afghanistan.
“Kami akan memburu kalian dan kalian harus mebayarnya," ujar Biden.
Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan satu ledakan terjadi di dekat Gerbang Biara bandara dan yang lainnya di dekat Hotel Baron di Kabul. Dua pejabat AS mengatakan setidaknya satu dari ledakan itu berasal dari bom bunuh diri.
"Kami dapat mengonfirmasi bahwa ledakan di Gerbang Biara adalah hasil dari serangan kompleks yang mengakibatkan sejumlah korban AS dan warga sipil," kata Kirby di Twitter.
Ledakan terjadi saat Amerika Serikat sedang mengevakuasi warga mereka di Afghanistan. Evakuasi dilakukan hingga batas waktu 31 Agustus 2021.
Dikutip dari Reuters, saat ledakan ada 5.200 tentara Amerika yang menjaga bandara sehingga mereka ikut jadi korban. Reuters juga melaporkan bahwa menurut salah satu sumber mereka, pihak Amerika Serikat meyakini Islamic State Khorasan (ISIS-K) bertanggung jawab atasserangan ini. ISIS-K adalah kelompok simpatisan ISIS di Afghanistan yang melawan Amerika Serikat maupun Taliban.
Saat ledakan pertama terjadi, Presiden Amerika Serikat Joe Biden sedang menggelar pertemuan dengan pejabat keamanannya. Sehingga, Biden, Wakil Presiden Kamala Harris, Menteri Luar Negeri Tony Blinken, Menteri Pertahanan Lloyd Austin, Kepala Staf Gabungan Militer Mark Milley memonitor ledakan ini via video.
Baca: Pentagon Sebut Ledakan di Dekat Bandara Kabul Afghanistan Disertai Tembakan
AL JAZEERA | REUTERS